BacaJuga: Mewarnai Gambar Anak. Bukan hanya benda seperti lukisan, namun perbuatan pun termasuk dalam kesenian. Seni dihasilkan dengan berbagai cara sehingga apabila tidak dipelajari secara baik, orang tidak akan memahaminya. Untuk itu, dibutuhkan pengertian untuk memahaminya sebab wujudnya ada banyak dan bervariasi. Sistemkami menemukan 25 jawaban utk pertanyaan TTS perbuatan baik dan buruk manusia. Kami mengumpulkan soal dan jawaban dari TTS (Teka Teki Silang) populer yang biasa muncul di koran Kompas, Jawa Pos, koran Tempo, dll. Kami memiliki database lebih dari 122 ribu. Masukkan juga jumlah kata dan atau huruf yang sudah diketahui untuk mendapatkan Padahal menurut orang-orang bijak seperti para Santo, Sufi, atau Resi, motif berbuat baik karena berharap imbalan berupa keuntungan, kesenangan, atau sanjungan (meski berharap dari Tuhan) adalah perbuatan yang sarat pamrih. Perbuatan seperti itu tidak terlalu bernilai secara spiritual karena tidak didasari oleh keikhlasan. Seseorangyang mempelajari ilmu ini akan memiliki pengetahuan tentang kriteria perbuatan baik dan buruk, dan selanjutnya ia akan banyak mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Ilmua akhlak atau akhlak yang mulia juga berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia disegala bidang. Berikutbeberapa tips cara mengasuh anak agar tumbuh menjadi baik dan memiliki kepribadian beretika: 1. Biarkan Anak Terjatuh Agar Tidak Takut Mencoba. Share. Share on Pinterest Share on Facebook Share on Twitter. Anda perlu memberikan ruang kepada anak-anak untuk berkreativitas guna memahami lingkungan sekitarnya. Akibatperbuatan e. Kontrak/imbal jasa. dan yang baik adalah yang disepakati oleh mayoritas masyarakat. Anak menyadari bahwa nilai (benar/salah, baik/buruk, suka/tidak sukad, dll) adalah relative, menyadari bahwa hukum adalah intrumen yang disetujui untuk mengatur kehidupan masyarakat, dan itu dapat diubha melalui diskusi apabila hukum 50Kata Kata Tentang Perbuatan Baik dan Buruk - Sepositif. Baik Belum Tentu Benar dan Benar Belum Pasti Dianggap Baik - Kompasiana.com. Perbuatan Baik Belum Tentu Membuahkan Kebaikan - Kebajikan (De 德) Tetaplah Berbuat Baik Meski Semua Orang Menyakiti Kamu. Terkadang Atau Bahkan Sering, Seseorang Salah Menilai Maksud Kita. | AJP Creations wvKmI6t. jika cara terbaik untuk belajar adalah dengan membuat kesalahan Anda harus menjadi konsep kaos yang jeniusBir membuat semuanya lebih baik desain kaospembuat jam tua sedang memperbaiki jamilustrasi yang digambar tangan dari dua teman baik yang membuat manusia saljucoffeeeeee membuat vektor desain kaos segalanya lebih baik dengan mockupKenangan terbaik dibuat berkemahAnda seorang tukang kayu membuat desain kaos grandpas terbaikpengusaha memegang pensil besar dan membuat keputusan yang baik untuk memberi tanda centang pada kertas besarrekrut emotikon guru untuk membuat ilustrasi yang lebih baikilustrasi yang digambar tangan dari dua teman baik yang membuat manusia saljugulir sederhana dan indah perbuatan baik perbatasan elemen dekoratifPerbuatan baik desain font kreatif duniaPaket ekspresi maskot tahun babi membuat ilustrasi mimpi yang baikCara Membuat Bos Yang Baikhidup lebih baik dengan desain kaos sepeda vintageTemplate desain logo huruf i gradien yang menakjubkan dan terbaikkarakter bisnis bingung membuat keputusan pentingelemen grafis vektor logo surat terbaiktampilan belakang manusia membuat keputusan bisnisberkat bahasa koleksi ilustrasi kartun daquan hal-hal baik terjadipekerja konstruksi memperbaiki jalanpekerja renovasi memperbaiki apartemensatu ember logam kosong temukan pilihan terbaik di pikbestcom"pai panas yang mengidam-idamkan menggoda dan kebaikan berkerak untuk pecinta makanan""desain logo ramping dan chic untuk salon kecantikan rambut yang membuat pernyataan"vektor ilustrasi kecerdasan buatan stereo isometrikibu membuat pangsit gaya mbe elemen adegan kecilberburu bebek membuat saya bahagia t shirtilustrasi pengalaman kecerdasan buatan vrselamat gaya cina untuk membuat artileri keberuntungansusu kacang macan buatan sendiriresep selai terong buatan sendiritugas barista memilih infografik pastel yang terbaikdesain kaos kucing terbaik vektor desain trendi warna pink 2020ilustrasi vektor datar koki menyiapkan makanan dengan baik untuk pembeli di restoranorang yang bijaksana membuat pilihan yang sulit antara dua pilihanSaya dibuat untuk berselancar tshirtfestival pertengahan musim gugur membuat ilustrasi tema reuni kue bulankecocokan yang dibuat dalam teks tema surgailustrasi vektor datar koki menyiapkan makanan dengan baik untuk pembeli di restoranilustrasi vektor datar koki menyiapkan makanan dengan baik untuk pembeli di restoranilustrasi vektor datar koki menyiapkan makanan dengan baik untuk pembeli di restoranilustrasi vektor datar koki menyiapkan makanan dengan baik untuk pembeli di restorancovid 19 home adalah tempat teraman terbaik stay home stay safe t shirt designkecocokan yang dibuat dalam teks tema surgaSebuah pertandingan yang dibuat di surgaDewa kekayaan bintang awan keberuntungan berharap yang terbaik untuk Andatemukan varietas dan topping sandwich klub terbaikHow do you like the search results?Thank you for your Feedback! - Apabila berbagai definisi mengenai baik dan buruk dicermati secara serius, maka memberi kesan bahwa pemahaman kata baik dan buruk tersebut sangat subjektif, sebab diukur dengan, misalnya perasaan individu, tujuan individu, dan penilaian individu. Demikian juga, menurut analisis etika, sebab yang menjadi parameternya adalah tujuan yang dicita-citakan individu. Padahal, antar-individu di dunia ini berdasarkan ragam budaya, suku, orientasi, dan juga agama jelas tidak dapat disamakan dan karenanya, konsep baik dan buruk pun menjadi relatif. Misalnya, baik menurut orang Islam, dalam kasus menyembelih binatang qurban sapi, merupakan jelas-jelas dinilai buruk dan jahat oleh orang Hindu. Demikian juga, orang Hindu yang membakar mayat/jenazah dalam rangka pencapaian kebaikan si mayyit untuk bersatu dengan Dewa Api Suci mereka adalah sangat buruk dan bahkan sebuah kejahatan menurut orang Islam, dan karenanya, sangat penting kiranya dilacak mengenai paramater yang digunakan untuk menilai baik dan buruk tersebut. Asmaran As, dalam buku Pengantar Studi Akhlak, menyebutkan terdapat 4 empat perspektif yang menjadi parameter tentang baik dan buruk, yakni perspektif sosialisme, hedonisme, intuitionisme dan evolusi. Sedangkan Poedjawijatna menyebutkan, bahwa menurut etika filsafat moral terdapat 6 enam parameter untuk dapat ditentukan baik dan buruknya pandangan hedonisme, utilitarianisme, vitalisme, sosialisme, religiosisme, dan humanisme. Dari beberapa parameter yang ditawarkan para ahli tersebut, kiranya masih dimungkinkan terdapat beberapa perspektif tertentu -yang tentunya bersifat filosofis atau pandangan paradigmatik tertentu- yang dapat dijadikan sebagai parameter mengenai baik dan buruk. Adapun uraian detail dari beberapa parameter atau landasan mengenai konsep baik dan buruk tersebut adalah sebagai Perspektif HedonismeDalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan, bahwa kata hedonisme berasal dari bahasa Yunani yang diderivasinya adalah “hedon” pleasure kenikmatan/kelezatan dan “isme” yang berarti pandangan atau aliran berpikir. Hedonisme berarti cara berpikir yang menjadikan kesenangan dan kelezatan sebagai pusat tindakan dan sebagai motifnya. Dengan demikian, hedonisme dapat didefinisikan sebagai sebuah doktrin etika yang berpegangan bahwa tingkah laku itu digerakkan oleh keinginan atau hasrat terhadap kesenangan dan menghindar dari segala ini memang bersifat aktif untuk menuju kelezatan, dan negatif menghindari kesengsaraan. Menurut parameter hedonisme ini, bahwa perbuatan yang dinilai baik adalah perbuatan yang mendatangkan kebahagiaan dan kenikmatan/kelezatan.” Pandangan hedonistik ini terdiri dari tiga aliran, yakni 1 hedonisme individualistik individual hedonistic yang berpandangan bahwa suatu perbuatan bernilai baik apabila membuahkan kelezatan bagi pribadi, atau ego. Apabila perbuatan itu tidak memberikan kepuasan dan kelezatan pribadi, atau ego, maka dinilai aliran ini adalah Epicurus, filosof klasik Yunani 341 – 270 SM; 2 hedonisme rasional rasionalistic hedonism. Aliran hedonisme ini merupakan penajaman lebih lanjut dari hedonisme egoistik yang berpendapat bahwa kebahagiaan atau kelezatan individual tersebut haruslah didasarkan atas pertimbangan akal sehat common sense; 3 hedonisme universal/umum universalistic hedonism yang mengungkapkan bahwa perbuatan yang bernilai baik perbuatan yang melahirkan kesenangan atau kebahagiaan bagi seluruh menyeluruh kenikmatan yang diberikan oleh perbuatan tersebut, maka semakin tinggi pula kebaikannya. Tokoh aliran ini adalah Bhentam, filosof Inggris 1748-1832 dan John Stuart Mill 1806-1873. Menurut paham hedonisme ini, perbuatan yang baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan nafsu biologis. Tidak ada kebaikan dalam hidup selain kelezatan dan kebahagiaan, serta itu tidak mempunyai nilai tersendiri, namun terletak pada kelezatan yang menyertainya. Oleh karenanya, yang dapat merancang dan merencanakan kelezatan itu adalah akal dan rohani, maka kelezatan akal dan rohanilah yang lebih nyata, lebih lama, dan lebih kekal daripada kelezatan badan. Hedonisme model pertama yang individualistik itu lebih banyak mewarnai masyarakat Barat yang bercorak liberal dan kapitalistik, sementara hedonisme model kedua yang sosialistik banyak mewarnai masyarakat Eropa yang bercorak Juga Pengertian Baik dan Buruk dalam Islam2. Perspektif IntuitionismeIntuisi diartikan dengan bisikan hati intuition, suara hati, atau juga dikenal dengan istilah hati nurani. Bisikan hati merupakan kekuatan batin/hati yang dapat mengidentifikasi apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk tanpa terlebih dahulu melihat akibat yang ditimbulkan perbuatan itu. Aliran ini sebetulnya merupakan penolakan dari paham hedonisme. Tujuan utama dari aliran ini adalah terwujudnya keutamaan, keunggulan, keistimewaan yang dapat juga diartikan sebagai “kebaikan budi pekerti.”Ini disebabkan di dalam diri/batin manusia terdapat benih kemuliaan manusia. Oleh sebab itu, intuisi ini diyakini sebagai potensi yang harus dikembangkan sebagaimana potensi-potensi kejiwaan yang lain agar dapat mendapat kesempurnaannya. Dari intuisi inilah manusia mendapat jalan menjadi makhluk sempurna yang berbeda dari makhluk-makhluk lain. Intuisi adalah kekuatan batin yang dapat menentukan sesuatu sebagai baik atau buruk yang sekilas tanpa melihat ini berpendapat bahwa pada setiap manusia mempunyai kekuatan instinct batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang. Kekuatan batin ini terkadang berbeda refleksinya, sebab pengaruh masa dan lingkungan, namun dasarnya ia tetap sama dan berakar pada tubuh paham ini, perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan penilaian yang diberikan oleh hati nurani/kekuatan batin yang ada dalam dirinya. Dan sebaliknya, perbuatan buruk adalah perbuatan yang menurut hati nurani dipandang buruk. Paham ini selanjutnya dikenal dengan paham Perspektif EvolusionismeAliran ini berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini selalu berangsur-angsur mengalami perubahan, yakni tumbuh dan berkembang menuju kesempurnaannya. Aliran ini tentunya berangkat dari teori Darwin yang didasarkan pada tiga proposisi dari konsep selection of nature, strunggle for life, dan survival for the fittest. Yang pertama berbunyi, bahwa sesuatu itu dapat eksis/berwujud dan ada karena memang sudah dikehendaki dan dipilih oleh alam yang sudah dipilih adalah sesuatu yang bernilai baik. Sedangkan yang kedua berbunyi, bahwa segala sesuatu mengalami persaingan dan perjuangan untuk bertahan hidup. Begitu juga, nilai-nilai suatu perbuatan, adalah bersaing ketat untuk dapat bertahan. Dengan demikian, selanjutnya sesuatu yang ketahanannya sangat tinggi dan bisa mengalahkan yang lain-lain akan dapat berlangsung proposisi teori ketiga berbunyi, bahwa sesuatu itu dapat bertahan apabila memiliki daya tahan yang terbaik, sehingga dengan demikian, bahwa sesuatu yang bernilai baik adalah pasti yang dapat bertahan hidup, sebab memang dipilih masyarakat. Aliran evolusi ini menjelaskan bahwa perbuatan baik itu adalah perbuatan yang terpilih melalui proses seleksi ketat, dan ia bersaing dan berkompetisi dengan yang lain, sehingga dapat dipilih oleh manusia dan akhirnya dapat demikian, kebaikan tersebut berjalan secara natural mengikuti gerak evolusinya. Dalam kaitan ini, Alexander mengungkapkan bahwa nilai moral harus selalu berkompetisi satu sama lain, dan bahkan dengan segala yang ada di alam ini, sehingga pada akhirnya, nilai moral yang baiklah yang bertahan tetap eksis. Sedangkan, nilai-nilai yang buruk dapat dipastikan tidak dapat mempertahankan dirinya sehingga musnah yang mengikuti paham ini mengungkapkan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini mengalami evolusi, yakni berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaannya. Herbert Spencer 1820-1903 berpendapat bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana, kemudian berangsur-angsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan ke arah cita-cita yang dianggap sebagai itu baik apabila dekat dengan cita-cita itu, dan buruk apabila jauh dari padanya. Sedang tujuan manusia dalam hidup ini ialah mencapai cita-cita atau paling tidak mendekati sedikit mungkin. Akhlak itu termasuk bidang ikhtiar manusia. Oleh karenanya, akhlak seseorang dapat berubah dari yang jahat menjadi baik, atau pun Perspektif EudaemonismePrinsip pokok paham ini adalah bahwa kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain. Menurut Aristoteles, bahwa untuk mencapai eudaemonia ini diperlukan 4 hal di antaranya kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan, kekuasaan, kemauan, perbuatan baik, dan pengetahuan Perspektif PragmatismeAliran ini menitikberatkan pada hal-hal yang berguna untuk diri sendiri, baik yang bersifat moral maupun material. Dalam aliran ini, yang menjadi titik beratnya adalah pengalaman. Oleh karenanya, penganut paham ini tidak mengenal istilah kebenaran, sebab hal itu bersifat abstrak dan tidak akan diperoleh dalam dunia Perspektif NaturalismeMenurut aliran ini, tolok ukur baik dan buruk adalah kenyataan alamiah. Sesuatu yang natural-alamiah adalah yang tepat dan baik, dan sesuatu yang tidak natural adalah tidak tepat dan buruk. Tokoh aliran ini adalah Rousseau yang mengemukakan pendapatnya bahwa kemajuan, pengetahuan, dan kebudayaan merupakan perusak alam semesta Perspektif VitalismeAliran ini merupakan bantahan terhadap aliran naturalisme di atas. Sebab menurut paham vitalisme ini, yang menjadi parameter baik dan buruk itu bukanlah alam, namun “vitae” atau hidup sesuatu yang sangat diperlukan dalam dan untuk hidup. Aliran ini terdiri dari dua kelompok, yakni vitalisme pessimistis negative vitalistis, dan vitalisme optimistis. Untuk kelompok yang pertama ini terkenal dengan bersemboyan “homo homini lupus.”Dalam artian, bahwa manusia merupakan serigala pemangsa bagi manusia yang lain. Sedangkan aliran kedua bersemboyan bahwa perang untuk meraih tujuan adalah halal, sebab dengan berperanglah orang akan memperoleh dan memegang kekuasaan. Tokoh utama yang terkenal dalam aliran vitalisme ini adalah Frederich Nietsche. Dia memberikan pengaruh besar terhadap Adolf demikian, diketahui bahwa aliran ini berperan besar dalam membentuk watak Hitler sebagai sosok yang vitalistis untuk mendapatkan kebaikan yang menurut pandangannya sebagai kekuasaan itu sendiri. Dan kebaikan tersebut diperolehnya dengan daya optimismenya. Menurut paham ini, yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia, kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap sebagai yang baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang dan berlaku hukum siapa yang kuat dan menang itulah yang Perspektif GessingnungsethikAliran ini diprakarsai oleh Albert Schweitzer, seorang ahli teologi, musik, medika, filsafat, dan etika. Hal yang utama dalam aliran ini adalah “penghormatan akan kehidupan,” bahwa sedapat mungkin setiap makhluk harus saling menolong dan berlaku baik, dan standart kebaikan itu adalah “pemeliharaan akan kehidupan” itu sendiri. Dengan demikian, setiap usaha yang berakibat pada kebinasaan dan menghalang-halangi hidup adalah buruk atau Perspektif IdealismeIdealisme merupakan sebuah pandangan filsafat yang menganggap hal yang abstrak di dalam pikiran yang berupa cita-cita atau keinginan ide adalah sesuatu yang real, nyata. Dengan ungkapan berbeda, bahwa hakekat segala sesuatu adalah apa yang berupa esensi di dalam pikiran. Aliran ini tampaknya sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia, sebab pikiran manusialah yang menjadi sumber ide. Ungkapan terkenal dari aliran ini adalah “Segala yang tampak alamiah ini hanyalah yang tiada” sebab yang semua itu hanyalah gambaran/perwujudan dari alam pikiran, dan bersifat imitasi bersifat tiruan. Dan sebaik apa pun tiruan itu adalah tidak akan seindah aslinya yaitu ide. Jadi yang baik dalam pandangan ini adalah apa yang ada di dalam ide itu Perspektif EksistensialismeAliran ini berpandangan bahwa eksistensi di atas dunia selalu terkait dengan keputusan-keputusan individu, dalam artian, andaikan individu tidak mengambil suatu keputusan maka pastilah tidak ada yang terjadi. Individu sangat menentukan terhadap sesuatu yang baik, terutama sekali bagi kepentingan dirinya. Ungkapan dari aliran ini adalah “Truth is subjectivity.” Dalam artian, apabila kebenaran itu mengena pada pribadinya maka disebutlah baik, dan sebaliknya apabila hal itu tidak baik bagi pribadinya, maka itulah sesuatu yang Perspektif MarxismeBerdasarkan “Dialectical Materialisme” yakni segala sesuatu yang ada dikuasai oleh keadaan material dan keadaan material pun juga harus mengikuti jalan dialektikal itu. Aliran ini memegang motto “Segala sesuatu jalan dapatlah dibenarkan asalkan saja jalan dapat ditempuh untuk mencapai sesuatu tujuan.” Jadi, apa pun dapat dipandang baik asalkan dapat menyampaikan/menghantar kepada Perspektif SosialismeMenurut aliran ini, baik dan buruk ditentukan berdasarkan adat-istiadat. Pandangan berdasar pada adat istiadat ini dinamakan pandangan sosialisme karena berdasarkan manusia yang saling bersosialisasi. Mengenai hal ini, Poedjawijatma berkomentar bahwa “Adat istiadat Timur dan Barat, misalnya adalah berbeda. Kita tidak punya hak untuk menghukumi adat yang ini buruk dan yang itu buruk, namun yang dapat dikatakan adalah bahwa adat itu sukar dijadikan ukuran umum, sebab ketidakumumannya itu.” Tampaknya, pandangan sosialisme ini melihat baik dan buruk bersifat Perspektif Tradisionalisme adat-istiadatOrang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang baik dan orang yang menantang dan tidak mengikuti adat-istiadat dipandang buruk dan kalau perlu dihukum secara adat. Di dalam masyarakat, dijumpai adat-istiadat yang berkenaan dengan cara berpakaian, makan, minum, bercakap-cakap, bertandang, dan lain sebagainya. Kelompok yang menilai baik dan buruk berdasarkan adat-istiadat ini dalam tinjauan filsafat dikenal dengan istilah aliran sosialisme sebagaimana di ini muncul bertolak dari anggapan bahwa masyarakat itu terdiri dari manusia, maka ada yang mengatakan, bahwa masyarakatlah yang menentukan baik buruknya tindakan manusia yang menjadi anggotanya Juga Persamaan dan Perbedaan antara Akhlak, Etika, Moral, dan Susila14. Perspektif UtilitarianismeSecara harfiah, utilis adalah berguna. Kegunaan dalam arti bermanfaat yang tidak hanya berhubungan dengan materi, melainkan juga dengan yang bersifat rohani. Dan kegunaan itu dapat juga diterima apabila yang digunakan itu hal-hal yang tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Nabi Muhammad, misalnya menilai bahwa orang yang baik adalah orang memberi manfaat pada yang ungkapan tersebut, dapat ditarik pengertian balik, bahwa seburuk-buruk orang adalah manusia yang paling merugikan dan membahayakan terhadap sesamanya. Terkait dengan topik ini, pandangan utilitarianisme menjadikan nilai guna sesuatu sebagai tolok ukur mengenai baik dan Perspektif Religiusisme teologiMenurut paham ini, yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam paham ini, keyakinan teologis, yakni keimanan kepada Tuhan sangat memegang peranan penting, sebab tidak mungkin orang mau berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, apabila yang bersangkutan tidak beriman etika teologi ini tampaknya masih memberi peluang perbedaan pandangan dalam menentukan nilai baik maupun buruk suatu perbuatan. Hal itu disebabkan penganut keyakinan ketuhanan itu sendiri berbeda-beda dalam memegangi ajaran Tuhan. Diyakini bahwa Tuhan memiliki kitab-kitab suci yang mengajarkan kebaikan dan keburukan, dan kitab suci tersebut diturunkan kepada manusia dalam kurun yang ajaran Tuhan tersebut memang terdapat kebaikan yang bersifat universal, seperti perintah berbuat adil, dan larangan berbuat aniaya. Namun, terdapat nilai-nilai baik dan buruk yang bercorak lokal dan temporal, misalnya ajaran menutup aurat di mana batas aurat untuk umat terdahulu adalah lebih minus dibanding dengan yang dibawa oleh Nabi cukup sekian pembahasan kali ini, silahkan baca juga Pengertian Etika Moral dan Susila. Terima kasih banyak dan semoga bermanfaat. Jakarta - Sejak turun-temurun dari nenek moyang, banyak perbuatan manusia yang bersifat merusak, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Dibanding binatang, manusia melakukan lebih banyak perbuatan bodoh terhadap orang lain atau diri sendiri. Kita berbohong, berbuat licik, dan membunuh. Para ilmuwan mempelajari tingkah laku manusia dan segala perbuatan bodohnya. Berikut ini sepuluh di antara perbuatan tersebut. 1. Berbohong Tak ada orang yang tahu pasti kenapa manusia suka berbohong. Hasil penelitian juga menyatakan berbohong itu hal yang biasa dan sering menyangkut faktor psikologis yang lebih dalam. Padahal berbohong itu tidak mudah. Menurut penelitian, berbohong memerlukan waktu 30 detik lebih panjang dibanding mengatakan yang sebenarnya. 2. Menyukai kekerasan Bukti senangnya manusia pada kekerasan sudah diketahui sejak 10 ribu tahun lalu setelah ditemukannya 27 kerangka manusia kuno dengan bekas-bekas luka akibat benda tajam dan tumpul. Menurut para peneliti, kesenangan manusia akan kekerasan bersifat genetik dan mempengaruhi respons di pusat otak. Padahal, menurut para ilmuwan, manusia purba jutaan tahun lalu diketahui lebih mencintai perdamaian dibanding manusia sekarang, meski ditemukan tanda-tanda kanibalisme pada manusia prasejarah. 3. Mencuri Tak semua orang suka mencuri, tapi ada pula yang keranjingan mencuri atau kleptomaniak. Selain mencuri karena keranjingan, ada yang menjadi maling karena kebutuhan. 4. Berselingkuh Urusan ini berkaitan dengan moral. Menurut ilmuwan, kecenderungan untuk berselingkuh lebih banyak dialami laki-laki. Alasannya ada dua, bosan dengan kehidupan seks bersama pasangan atau karena hubungan yang tidak bahagia. 5. Menggemari kebiasaan buruk Banyak orang yang sadar kebiasaan mereka buruk tapi sulit menghentikannya, seperti merokok atau 6. Mengganggu orang lain Mengganggu orang lain yang lebih lemah bullying sering terjadi pada anak-anak sampai orang dewasa. Menurut sebuah penelitian di Eropa, anak-anak yang sering menjadi korban gangguan di sekolah kerap melampiaskannya di rumah dengan mengganggu saudara-saudaranya. 7. Stres Stres bisa menjadi senjata pembunuh karena meningkatkan risiko terserang penyakit jantung dan kanker. Stres juga bisa memicu depresi, yang sering berujung pada bunuh diri. Namun alasan kenapa manusia sering stres, terutama manusia modern, juga tak bisa dipahami secara penuh. 8. Berjudi Kegemaran berjudi juga bisa merupakan faktor genetik dan terkait dengan kerja otak. 9. Bergosip Dari masa ke masa, manusia tumbuh menjadi "hakim" buat orang lain sehingga sering menghakimi dan membicarakan keburukan orang lain. 10. Menyakiti diri sendiri Banyak orang yang ingin tampil berbeda atau lebih cantik sehingga rela menyakiti diri sendiri, misalnya dengan menato dan menindik tubuh, serta melakukan operasi plastik, memasang implan, dan mengubah bentuk fisik. LIVESCIENCE PIPIT Artikel lain 7 Urusan yang Bikin Ibu Merasa Bersalah Memakai Lensa Kontak Saat Tidur Berisiko Kebutaan Cara Memasak yang Keliru dan Membuat Gemuk ArticlePDF Available AbstractThe flow of ethical thought does not stop at Western Philosophy. Ethical thinking also colors and influences the discourse of thought in Islamic Philosophy. Differences in the style of Western Philosophy and Islamic Philosophy have a significant impact that has caused a debate about the expertise and courage of a Muslim thinker in adopting Greek ethical thought by not leaving the corridors of Islamic teachings. A very striking difference is the portion of the use of ratios in the construction of such debate is the difference of opinion regarding the contribution of Ibn Miskawaih in ethical discourse. Some Muslim thinkers say that Ibn Miskawaih is an ethical figure with his main work Tahdzib al-Akhlaq, while other opinions say that he is a moral figure. Thus, this research will show Ibn Miskawaih’s thought building in deeper, so that the foundations of his thought can be seen. More broadly, this research is important to be done to clarify the realm of moral and ethical discourse that develops in Islamic Philosophy, even though Western Philosophy and Islamic Philosophy have the same universal study examines the book Tahdzib al-Akhlaq which is a Ibn Miskawaih master piece. This research attempts to answer the question whether Tahdzib al- Akhlaq is an ethical or moral book. This was done by examining two works of translation of Tahdzib al-Akhlaq, namely The Refinement of Character written by Constantine K. Zurayk and Towards Moral Perfection written by Helmi Hidayat. This research is focused on tracing the arguments compiled by Ibn Miskawaih and tracking the minds of the figures that influence this research it was concluded that Tahdzib al-Akhlaq was not an ethical work, but a moral work. This affirms the criticism made by Fazlur Rahman that Muslim philosophers have failed to produce logically related ethical systems. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Vol. 19, No. 1, Januari 2019 ISSN 1411-9951JURNAL FILSAFAT DAN PEMIKIRAN ISLAMREFLEKSIPenanggung JawabKetua Program Studi Filsafat AgamaFakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan KalijagaKetua PenyuntingMuhammad TaukSekretaris PenyuntingNovian WidiadharmaPenyunting PelaksanaSyaifan NurFahruddin FaizFatimahPelaksana Tata UsahaSukandriAlamat Redaksi/Tata Usaha Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Jl. Marsda Adisucipto, telp. 0274 512156, YogyakartaReeksi diterbitkan pertama kali pada bulan Juli 2001 oleh Jurusan Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan terbit dua kali dalam satu tahun bulan Januari dan JuliReeksi menerima tulisan yang belum pernah diterbitkan atau dipublikasikan di media lain. Naskah diketik di atas kertas HVS kwarto A4 spasi ganda sepanjang 20-30 halaman dengan ketentuan seperti dalam halaman kulit sampul belakang. Penyunting berhak melakukan penilaian tentang kelayakan suatu artikel baik dari segi isi, informasi maupun penulisan. Vol. 19, No. 1, Januari 2019 ISSN 1411-9951JURNAL FILSAFAT DAN PEMIKIRAN ISLAMREFLEKSIDAFTAR ISIv Daftar Isiv Editorial ArtikelvPeran Akal dalam Memahami Pengetahuan Laduni Telaah Kitab Risalah Al-Laduniyyah Al Ghazali Aizzatun Nisak, hlm. 1-17vProyek “Kritik” Abed Al-Jabiri dan Implikasinya pada Nalar Keislaman Khairiyanto, hlm. 19-38vFilsafat Ibn Thufayl dan Novel Hayy Bin Yaqdhan Muh. Syamsuddin, hlm. 39-61vFilsafat Politik Ali Abdul Raziq Rido Putra, hlm. 63-76vEtika dalam Islam Telaah Kritis terhadap Pemikiran Ibn Miskawaih Rusan Efendi, hlm. 77-102vJalan Illuminasi dalam Mistisisme Hazrat Inayat Khan 1882 -1927 Syaifan Nur dan Asna Ulil Maizah, hlm. 103-124vArti Penting Filsafat dalam Pendidikan Islam Nuansa Falsaa T., hlm. 125-127 EDITORIALPada edisi kali ini, tim redaksi menerima beberapa tulisan yang didominasi oleh kajian lsafat. Diawali Aizzatun Nisa’ yang menulis Peran Akal dalam Memahami Pengetahuan Laduni Telaah Kitab Risalah al-Laduniyyah al-Ghazali. Hubungan akal dan intuisi, menurut tulisan ini, pada hakekatnya selalu dalam kondisi interaktif, terlebih dahulu melihat jenis-jenis pengetahuan yang dapat ditangkap manusia. Menurut al-Ghazali ada empat macam tingkatan eksistensi wujud yaitu wujud metasik, wujud empirik, wujud khayali imajinatif, wujud rasional al-ma’qulat. Selanjutnya tulisan Khairiyanto, yang bicara proyek “kritik” Abed al-Jabiri dan implikasinya pada nalar keislaman. Menurut Khairiyanto, studi kritis dalam suatu kajian akademik merupakan aspek terpenting yang perlu dan wajib dilakukan. Tujuannya agar kajian terus berlangsung serta dikembangkan kembali, sehingga ada kontribusi pada suatu peradaban sejarah manusia. Abed Al-Jabiri melalui studi kritisnya menawarkan suatu konsep kritik nalar Muh. Syamsuddin yang berjudul Filsafat Ibn Thufayl dan Novel Hayy bin Yaqzan merupakan sebuah risalah yang bertujuan memberikan penjelasan ilmiah tentang permulaan kehidupan manusia di bumi. Risalah ini merupakan suatu pemaparan Ibn Thufayl mengenai pengetahuan, yang berupaya menyelaraskan Aristoteles dengan Neo-Platonis di satu pihak, dan Al-Ghazali dengan Ibn Bajjah di pihak tulisan Rido Putra yang berjudul Filsafat Politik Ali Abdul Raziq. Menurut Raziq, realitas sejarah Islam tidaklah memberikan keharusan bentuk organisasi politiknya bernama khilafah dan pimpinannya disebut sebagai khalifah. Negara yang ideal menurut Raziq ialah negara berasaskan humanisme universal yang memperjuangkan rakyatnya, demokrasi dan keadilan sosial, yaitu negara sekuler bagi kaum muslimin dan non muslim yang hidup di negara ada tulisan Rusan Efendi berjudul Etika dalam Islam Telaah kritis terhadap Pemikiran Ibn Miskawaih. Tulisan ini berkesimpulan bahwa kitab Tahdzib al-Akhlaq karya Miskawih bukan merupakan karya etika, melainkan moral. Hal ini mengarmasi kritik yang dilontarkan oleh Fazlur Rahman bahwa para lsuf muslim telah gagal menghasilkan sistem etika yang bertalian secara logisBerikutnya tulisan berjudul Jalan Iluminasi dalam Mistisisme Hazrat Inayat Khan 1882 -1927 yang ditulis oleh Syaifan Nur dan Asna Ulil Maizah. Berdasarkan hasil kajian penelusuran keduanya menunjukkan bahwa jalan illumniasi memerlukan proses inisiasi sebagai landasan untuk melangkah ke dalam pencarian hakikat sesungguhnya. Inisiasi sebagai sebuah perubahan dasar dalam kondisi yang esensial, sebagai acuan setiap manusia untuk memulai, vi Editorialmeniatkan sesuatu yang mengarah ke arah yang lebih baik. Secara laku maupun lisan, sebagai pendengar, peniru dan pembicara, pelaku inisiasi mampu mengetahui tahap demi tahap untuk melakukan sebuah perjalanan batin untuk memperoleh pencerahan yang dirasa sangatlah berpengaruh pada ditutup oleh resensi buku Filsafat dan Pendidikan dalam Islam, yang ditulis oleh Nuansa Falsaa T. Selamat membaca, semoga bermanfaat. Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 77 ETIKA DALAM ISLAM TELAAH KRITIS TERHADAP PEMIKIRAN IBN MISKAWAIHRusan EfendiAlumni Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan KalijagaAbstractThe ow of ethical thought does not stop at Western Philosophy. Ethical thinking also colors and inuences the discourse of thought in Islamic Philosophy. Dierences in the style of Western Philosophy and Islamic Philosophy have a signicant impact that has caused a debate about the expertise and courage of a Muslim thinker in adopting Greek ethical thought by not leaving the corridors of Islamic teachings. A very striking dierence is the portion of the use of ratios in the construction of such debate is the dierence of opinion regarding the contribution of Ibn Miskawaih in ethical discourse. Some Muslim thinkers say that Ibn Miskawaih is an ethical gure with his main work Tahdzib al-Akhlaq, while other opinions say that he is a moral gure. Thus, this research will show Ibn Miskawaih’s thought building in deeper, so that the foundations of his thought can be seen. More broadly, this research is important to be done to clarify the realm of moral and ethical discourse that develops in Islamic Philosophy, even though Western Philosophy and Islamic Philosophy have the same universal study examines the book Tahdzib al-Akhlaq which is a Ibn Miskawaih master piece. This research attempts to answer the question whether Tahdzib al-Akhlaq is an ethical or moral book. This was done by examining two works of translation of Tahdzib al-Akhlaq, namely The Renement of Character written by Constantine K. Zurayk and Towards Moral Perfection written by Helmi Hidayat. This research is focused on tracing the arguments compiled by Ibn Miskawaih and tracking the minds of the gures that inuence this research it was concluded that Tahdzib al-Akhlaq was not an ethical work, but a moral work. This arms the criticism made by Fazlur Rahman that Muslim philosophers have failed to produce logically related ethical Ethics, Western Philosophy, Islamic Philosophy, Ibn Miskawaih, Moral, Tahdzib al-Akhlaq 78 Rusan Efendi Etikd dalam Islam Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Ibn MiskawaihAbstrakArus pemikiran etika tidak hanya berhenti di Filsafat Barat. Pemikiran etika turut mewarnai dan mempengaruhi wacana pemikiran dalam Filsafat Islam. Perbedaan corak pemikiran Filsafat Barat dan Filsafat Islam memberikan dampak yang cukup signikan sehingga menimbulkan perdebatan mengenai kepiawaian dan keberanian seorang pemikir Muslim dalam mengadopsi pemikiran etika Yunani dengan tidak keluar dari koridor ajaran-ajaran Islam. Perbedaan yang sangat kentara adalah porsi penggunaan rasio dalam konstruksi pemikirannya. Salah satu perdebatan tersebut adalah perbedaan pendapat mengenai kontribusi Ibn Miskawaih dalam diskursus etika. Beberapa pemikir Muslim mengatakan bahwa Ibn Miskawaih merupakan seorang tokoh etika dengan karya utamanya Tahdzib al-Akhlaq, sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa ia adalah seorang tokoh moral. Dengan demikian, penelitian ini akan memperlihatkan bangunan pemikiran Ibn Miskawaih secara lebih dalam, sehingga dapat terlihat pondasi-pondasi pemikirannya. Secara lebih luas, penelitian ini penting dilakukan untuk memperjelas antara ranah diskursus moral dan etika yang berkembang dalam Filsafat Islam, meskipun antara pemikiran Filsafat Barat dan Filsafat Islam memiliki nilai-nilai universal yang ini mengkaji kitab Tahdzib al-Akhlaq yang merupakan Master piece Ibn Miskawaih. Penelitian ini berupaya menjawab pertanyaan apakah Tahdzib al-Akhlaq merupakan kitab etika atau moral. Hal tersebut dilakukan dengan menelaah dua karya terjemahan Tahdzib al-Akhlaq, yaitu The Renement of Character yang ditulis oleh Constantine K. Zurayk dan Menuju Kesempurnaan Akhlak yang ditulis oleh Helmi Hidayat. Penelitian ini difokuskan untuk menelusuri argumen-argumen yang disusun oleh Ibn Miskawaih dan melacak pikiran tokoh-tokoh yang mempengaruhinya. Dari penilitian ini didapat kesimpulan bahwa Tahdzib al-Akhlaq bukan merupakan karya etika, melainkan karya moral. Hal ini mengarmasi kritik yang dilontarkan oleh Fazlur Rahman bahwa para lsuf Muslim telah gagal menghasilkan sistem etika yang bertalian secara logis. Kata kunci Etika, Filsafat Barat, Filsafat Islam, Ibn Miskawaih, Moral, Tahdzib al-AkhlaqA. Pendahuluan 1. Latar Belakang MasalahPenelitian ini menelaah pemikiran Ibn Miskawaih melalui karya terjemahan dari Tahdzib al-Akhalq, yaitu The Renement of Character dan Menuju Kesempurnaan Akhlak. Hal ini tidak terlepas dari berkembangnya diskursus Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 79 pemikiran etika Yunani Filsafat Barat yang mempengaruhi wacana pemikiran dalam Filsafat Islam. Perbedaan corak pemikiran antara Filsafat Barat dan Filsafat Islam menjadi titik tolak dalam penelitian tentang moralitas menjadi salah satu bidang kajian dalam lsafat yang sangat menggairahkan untuk dikaji. Dari zaman Yunani hingga abad ke-21 ini, pembicaraan mengenai etika tidak pernah kering untuk diperbincangkan. Banyak lsuf atau pemikir telah mencoba mencari rumusan universal untuk menjawab problematika tentang moralitas, misalnya apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan salah, apa yang bermoral dan tidak bermoral, dan apa yang seharusnya dilakukan serta apa yang seharusnya bagaimana dengan pemikiran moral dalam konteks Filsafat Islam? Baik dalam Filsafat Islam maupun Filsafat Barat, keduanya sama-sama terpengaruh oleh karya Aristoteles, yaitu Nicomachean Ethics. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Haidar Ia berpendapat, “semua losof Muslim mengajarkan kebijaksanaan moderasi’ al-hadd al-wasath, yaitu sikap pertengahan dalam segala sesuatu yang memang merupakan salah satu inti dari ajaran Aristoteles sebagaimana tertuang dalam buku tersebut.”2Shustery menjelaskan bahwa “etika merupakan satu-satunya subyek di mana Timur tidak meniru Barat,” dan bahwa “satu-satunya pengaruh yang dapat dibawa dari Barat ke Timur, dalam hubungannya dengan subyek ini adalah metode ilmiah.”3 Walapun demikian, baik dalam Filsafat Islam maupun Filsafat Barat sama-sama terbentuk dari faktor historis, wahyu, genealogi, dan tradisi-tradisi, baik tradisi keagamaan maupun tradisi yang berasal dari masyarakat setempat. Namun yang membedakan keduanya adalah intensitas dari tiap-tiap faktor tersebut dalam mengkonstruksi pemikiran moral, misalnya dalam Filsafat Islam sarat dengan nilai-nilai keagamaan, sedangkan dalam Filsafat Barat lebih mengedepankan Fakhry berpendapat bahwa ada dua tipe etika yang saling bertentangan di dalam Islam, yaitu tipe skriptural dan losos. Tipe pertama bertumpu pada teks kitab suci, yaitu Al-Quran dan Sunnah. Sedangkan tipe kedua mengeksploitasi metode-metode silogistik dan diskursif dari etika Yunani. Dari dua tipe etika ini menghasilkan dua tipe etika lainnya, yaitu tipe teologis dan tipe religius. Tipe teologis dibentuk oleh kategori-kategori dan konsep-konsep lsafat, sedangkan tipe religius kurang bergantung kepada etika losos, meskipun tidak mengabaikan metode loso Majid Fakhry memasukkan al-Kindi, al-Razi, al-Farabi, 1 Haidar Bagir merupakan doktor dalam bidang Filsafat Islam. Ia memperoleh gelar doktornya dari jurusan Filsafat Universitas Indonesia. 2 Haidar Bagir, Buku Filsafat Islam Bandung Mizan, 2006, hlm. Sebagaimana dikutip oleh Bakhtiar Husain Siddiqi, “Nasir Al-Din Tusi” dalam Para Filosof Muslim Bandung Mizan, 1989, hlm. 249. 4 Majid Fakhry, Etika dalam Islam, terj. Zakiyuddin Baidhawy Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1996, hlm. xi. 80 Rusan Efendi Etikd dalam Islam Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Ibn MiskawaihIbn Sina, dan Ibn Miskawaih ke dalam tipe etika losos. Melalui karya Ibn Miskawaih pemikiran Platonisme, Aristotelian, Neo Platonis, dan Stoa saling Sementara itu, berkenaan hal tersebut Fazlur Rahman mengemukakan pendapat yang kontradiktif. Ia berpendapat bahwa sejarah pemikiran dalam Islam tidak menghasilkan lsafat moral yang sistematis. Lebih lanjut, para lsuf Muslim telah gagal menghasilkan sistem etika yang bertalian secara di atas memperlihatkan adanya dua pendapat yang berbeda dalam menilai dan merespon pemikiran moral dalam Islam. Di satu pihak berpendapat ada konstruksi etika yang dibangun dalam tradisi Filsafat Islam. Sedangkan di pihak lain berpendapat bahwa tidak ada sistem etika yang benar-benar logis dalam tradisi pemikiran Islam. Atas dasar pengkategorian yang dikemukakan oleh Majid Fakhry di atas, penelitian ini difokuskan untuk menelaah pemikiran Ibn Miskawaih. Selain mewakili pemikir Muslim yang tergolong kategori etika losos, Ibn Miskawaih pun dianggap sebagai “Bapak Etika dalam Islam” dan selalu menjadi rujukan para pemikir Muslim setelahnya. Penelitiaan ini dilakukan melalui telaah kritis karya terjemahan dari Tahdzib al-Akhlaq, yaitu The Renement of Character dan Menuju Kesempurnaan Akhlak. Karya tersebut dipilih karena merupakan master piece Ibn Miskawaih. Berdasarkan pencarian kejelasan mengenai diskursus moral dan etika dalam Filsafat Islam, maka penelitian ini difokuskan untuk meninjau kembali apakah Tahdzib al-Akhlaq merupakan karya etika atau Riwayat hidupIbn Miskawaih lahir di Iran pada tahun 330 H/932 M dan meninggal tahun 421 H/ 1030 M. M. Abdul Haq Ansari menyebutkan nama lengkap dari Ibn Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad Muhammad Ya’qub Miskawaih. Ibn Miskawaih adalah seorang lsuf, sejarawan, lolog, penyair, dan dokter atau tabib yang lahir pada tahun 325 H/936 M di Kabupaten Rayy, Ibn Miskawaih hidup pada masa kekhalifan Abassiyyah yang ketika itu sedang marak menerjemahkan secara besar-besaran karya-karya lsuf Yunani ke dalam bahasa Arab. Masa itu menjadi saat berkembangnya ilmu pengetahuan karena banyak orang yang terpacu untuk menggeluti ilmu pengetahuan, baik dalam usaha menerjemahkan maupun menghasilkan sebuah karya. Implikasinya, Ibn Miskawaih pun banyak terpengaruh oleh pemikiran lsuf Yunani, terutama Aristoteles dan Plato. Pengetahuan Ibn Miskawaih berkisar dari sejarah ke psikologi, kemudian ke Psikologi Ibn Miskawaih bertumpu pada ajaran spiritualitas tradisional 5 Majid Fakhry, Etika dalam Islam…, hlm. Sebagaimana dikutip oleh Fatimah Husein dalam “Fazlur Rahman’s Islamic Philosophy”, Thesis, McGill University, 1997, hlm. M. Abdul Haq Ansari, The Ethical Philosophy of Miskawaih Aligarh The Aligarh Muslim University Press, 1964, hlm. 16. 8 Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam…, hlm. 265. Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 81 Plato dan Aristoteles dengan kecenderungan Platonis9. Ia menulis masalah ini dalam al-Fauz al-Asghar dan Tahdzib Profesinya sebagai pustakwan memberikan keuntungan tersendiri untuk selalu bergelut dengan buku-buku. A. Mustofa berpendapat bahwa Ibn Miskawaih dikenal sebagai Guru Ketiga Al-Mu’allim Al-Tsalits, setelah Al-Farabi sebagai Guru Kedua Al-Mu’allim Al-Tsani. Sedangkan yang dipandang sebagai Guru Pertama Al-Mu’allim Al-Awwal adalah beberapa karya-karya Ibn Miskawaih, yaitu Al-Fauz al-Akbar12, z al-Asghar13, Tajarib al-Umam 14, Uns al-Farid15, Tartib al-Sa’adah16, Al-9 Platonis atau yang sering disebut Platonisme merupakan sistem-sistem pemikiran turunan langsung dari lsafat Plato. Kecenderungan Ibn Miskawaih kepada Platonisme terlihat pada bagian awal dalam karyanya Tahdzib al-Akhlaq. Filsafat Plato yang diikuti oleh Ibn Miskawaih terkait esensi ruh dan unsur-unsur ruh atau jiwa. 10 Abdurrahman Badawi, “Miskawaih” dalam Para Filosof Muslim, terj. Ahmad Muslim dan Yustino Bandung Mizan, 1989, hlm. 88. 11 A. Mustofa, Filsafat Islam Bandung Pustaka Setia, 1997, hlm. Karya ini memuat penjelasan yang lebih lengkap dibandingkan dengan al-Fauz al-Asghar. Menurut M. Abdul Haq Ansari, “this book is not extant, and probably Dr. Abdul Aziz Izzat is right in believing that is the same as the Tahdhib al-Akhlaq.” Lihat M. Abdul Haq Ansari, The Ethical…, hlm. Karya ini dapat diakses dalam Miskawaih, Al-Fauz al-Asghar, Bairut, 1319 Berkenaan dengan al-Fauz al-Asghar, M. Abdul Haq Ansari berpendapat, “Miskawaih was not a metaphysician. His al-Fauz al-Asghar is not a book metaphysician. It is rather an attempt to give a plain and precise language a philosophical interpretation of the three fundamentals of Islam, viz., God, life after death and prophethood. It is a book on theology, with a detailed discussion of the soul, serving also at the basis of his conception of happiness and virtue. The bases of his interpretation of Islamic beliefs are neo-Platonic, and the deeper we go into it, the more vivid become the underlying ideas, so much so that a somewhat coherent picture of the neo-Platonic metaphysics gradually emerges. In his eort to reconcile neo-Platonic ideas with Islamic beliefs, he often deviates from old conceptions or makes original suggestions, though sometimes he takes shelter in obscurity or remains silent. On the whole the book is very systematic and lucid besides being concise.” Lihat M. Abdul Haq Ansari, The Ethical…, hlm. 20. 14 M. Abdul Haq Ansari berpendapat, “His monumental theory work on History bears the tittle of Tajarib al-Umam The Experiences of Nations, and is in six volumes. The last three volumes have been edited and translated by Margoliouth under the tittle Eclipse of The Abbasid Caliphat.’ This is an invaluable source on the period of the Buwayhids.” Lihat M. Abdul Haq Ansari, The Ethical Philosophy of Miskawaih, hlm. Karya ini berisi beberapa koleksi mengenai moral of aphorisms. Yaqut berpendapat, “Tales, poems, maxims, and proverbs not arranged in chapters. 16 Karya ini dapat diakses dalam Miskawaih, Kitab Al-Sa’adah, al-Maktabat al-Mahmudiyah, Egypt, 1928. Sebagai tambahan Khan menyertakan keterangan mengenai kitab ini dengan Ed. By Shaikh Ali as-Suyuti, Kairo 1346/1928. 82 Rusan Efendi Etikd dalam Islam Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Ibn MiskawaihMusthafa17, Jawidan Khirad18, AL-Jami’19, Al-Siyar20, Al-Asyribah21, Tahdzib al-Akhlaq22, Al-Adwiyah23, Risalah  al-Ladzdzat wal-Alam  Jauhar al-Nafs24, Ajwibah wa As’ilah  al-Nafs wal-Aql25, Al-Jawab  al-Masa’il al-Tsalats26, Risalah  Jawab  Su’al Ali bin Muhammad Abu Hayyan al-Shu  Haqiqat al-Aql27, Thaharat al-Nafs28, Manazil Al-Ulum29, Al-Hikmat al-Khalidah30, Al-Hawamil wa A. Mustofa dalam karyanya yang berjudul FIlsafat Islam menamakan karya Ibn Miskawaih ini dengan Al-Mustaudi. Namun, tidak ada penjelasan lebih lanjut yang diberikan A. Mustofa terkait keberadaan karya ini. Dia hanya memberikan keterangan bahwa karya tersebut berisi kumpulan syair-syair pilihan. 18 Menurut Henry Corbin, A treatise with this title was said to have been written by king Hushang, one of the legendary kings of ancient Iranian history, or by some sage of his period This work was discovered at the time of the Abbasid caliph al-Ma’mun, and partially translated into Arabic by Hasan ibn Sahl al-Nawbakhti. In his turn, Maskuyah revised and expanded the Arabic work, and also produced a Persian version. However that may be, it is his Arabic text, with the title Eternal Wisdom al-Hikmah al-khalidah, ed. A. Badawi, Cairo that Maskuyah uses as the introduction to his great work on the experience of nations, which encompasses the civilization of the Arabs, the Persians and the Indians. Lihat Henry Corbin, History of Islamic Philosophy, Translated by Liadain Sherrard with the assistance of Philip Sherrard London Kegal Paul International, hlm. Tidak ditemukan penjelesan lebih lanjut mengenai karya ini. 20 Berkenaan dengan karya ini M. Abdul Haq Ansari berpendapat, Al-Siyar was a treatise on morals, interspersed with traditions, Qur’anic texts, philosophy, and poetry. Lihat M. Abdul Haq Ansari, The Ethical Philosophy of Miskawaih, hlm. 22-23. 21 Tidak ditemukan penjelesan lebih lanjut mengenai karya Sebagaimana dikutip oleh Abdurrahman Badawi, “Miskawaih” dalam Para Filosof Muslim, hlm. 84-85. Selain masih tersedia dalam bahasa Arab, Tahdzib al-Ahkhaq telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Constantine K. Zurayk dengan judul The Renement of Character Beirut American University of Beirut, 1968. Sedangkan dalam bahasa Indonesia telah diterjemahkan oleh Helmi Hidayat dengan judul Menuju Kesempurnaan Akhlak Bandung, Mizan, 1994.23 A. Mustofa, Filsafat Islam, hlm. 169. Tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai keberadaan kitab ini. Mustofa hanya berpendapat bahwa kitab ini berisi tentang obat-obatan. 24 Naskah tersedia di Istanbul dalam Raghib Majmu’ah No. 1463, lembar 57a-59a. 25 Naskah tersedia di Istanbul dalam Raghib Majmu’ah. 26 Naskah tersedia di Teheran dalam Fihrist Maktabat al-Majlis, II, No. 634. 27 Naskah tersedia di Perpustakaan Mashdad di Iran, I, No. 43. 28 Abdurrahman Badawi, “Miskawaih” dalam Para Filosof Muslim, hlm. 85. Naskah tersedia di Koprulu, Istanbul, No. 767. 29 Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, terj. Helmi Hidayat Bandung Mizan, 1994, hlm. 70. Tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai keberadaan kitab ini, hanya disebutkan bahwa kitab ini berisi tentang tingkatan-tingkatan pengetahuan. 30 Karya ini tersedia dalam Miskawaih, Al-Hikmat al-Khalidah, ed. Abd al-Rahman al-Badwi, Maktabat al-Nahdat al-Misriyah, 9 Share’ Adli Basha, Qairo, 1952. Karya ini lebih komprehensif dan terkenal dibandingkan dengan Uns al-Farid dan Al-Siyar. Al-Hikmat al-Khalidah merupakan sebuah koleksi aforisme moral dan perkataan-perkataan pemikir, losof, dan agamawan dari berbagai bangsa, seperti Romans, Greeks, Arabs, and Persian. Lebih lanjut, dengan merujuk kepada Abd al-Rahman al-Badawi, M. Abdul Haq Ansari berpendapat, “It also contains the translation of Jawedan-e-Khirad, probably a Persian work, by Hasan b. Sahl d. 850 Lihat M. Abdul Haq Ansari, The Ethical Philosophy of Miskawaih, hlm. 22-23. 31 Karya ini dapat diakses dalam Miskawaih, Al-Hawamil wa’l-Shawamil, ed. Ahmad Amin and Saiyed Ahmad Saqar, Qairo, 1951. M. Abdul Haq Ansari berpendapat, “Al-Hawamil wa’l-Shawamil is another work undertaken in colloboration with Aba Haiyan al-Tawhidi. It is in the form of questions Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 83 B. Pembahasan1. Etika, Moral, dan AkhlakPembahasan poin ini menjadi penting karena banyak orang telah mencampuradukan istilah etika, moral, dan akhlak tanpa memberikan batasan yang jelas. Oleh karena itu, perlu peninjauan ulang, baik secara etimologis maupun terminologis. Usaha ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang jelas mengenai arti kata, pengertian, kedalaman, dan keluasan dari ketiga kata berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethikos, ethos adat, kebiasaan, praktik. Sebagaimana digunakan Aristoteles, istilah ini mencakup ide “karakter” dan “disposisi” kecondongan.32 Sementara itu, moral berasal dari bahasa Latin moralis—mos, moris yang artinya adat, istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, Berdasarkan keterangan di atas, dapat dikatakan bahwa kata etika dan moral memiliki arti yang sama. Sedangkan dilihat dari sisi kebahasaan, K. Bertens berpendapat Tentang kata “moral” sudah kita lihat bahwa etimologinya sama dengan “etika”, sekalipun bahasa asalnya berbeda. Jika sekarang kita memandang arti kata “moral”, perlu diperhatikan bahwa kata ini bisa dipakai sebagai kata nomina kata benda atau adjektiva kata sifat. Jika kata moral dipakai sebagai kata sifat artinya sama dengan “etis” dan jika dipakai sebagai kata benda artinya sama dengan “etika” menurut arti pertama tadi, yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah Mengenai moralitas, Lorens Bagus dalam Kamus Filsafat berpendapatMoralitas Inggris morality atau sering disebut ethos’ ialah sikap manusia berkenaan dengan hukum moral yang didasarkan atas keputusan bebasnya. Sebuah tindakan yang baik secara moral ialah tindakan bebas manusia yang mengarmasikan nilai etis objektif dan yang mengarmasikan hukum moral. Buruk secara moral ialah sesuatu yang bertentangan dengan nilai etis dan hukum moral. Sumber dari seluruh kepatutan dan ketidakpatutan moral, pertama, keputusan bebas kehendak, kemudian, sikap bajik yang timbul dari keputusan bebas tersebut dan akhirnya pribadi atau subjek and answers. The questions, which are of varied interest, ranging from grammar and literature to physics, astronomy, psychology, ethics, and metaphysics, are from Abu Haiyan and their answers have been given by Miskawaih. This is a useful book in as much as it gives us the opinion of our author on so many issues. Lihat M. Abdul Haq Ansari, The Ethical …, hlm. 23. 32 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta Gramedia, 2005, hlm. 217. 33 Ibid., hlm. 672. 34 K. Bertens, Etika, Jakarta Gramedia, 2011, hlm. 7. 35 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, hlm. 673. 84 Rusan Efendi Etikd dalam Islam Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Ibn MiskawaihAdapun K. Bertens berpendapat bahwa “moralitas” dari kata sifat Latin moralis mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral,’ hanya ada nada lebih abstrak. Moralitas selalu terkait dengan suatu perbuatan, artinya segi moral suatu perbuatan baik atau buruknya. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan dengan lsafat moral, Stephen Palmquis mengibaratkannya seperti sebuah pohon. Pertanyaan-pertannyaan etis bagaikan ranting-ranting di ujung suatu cabang pohon. Sementara itu, pertanyaan-pertanyaan losos yang lebih berbobot dan menjadi dasar dari pertanyaan-pertanyaan etis, seperti pertanyaan mengenai prinsip-prinsip moral fundamental tertentu, diibaratkan sebagai salah satu cabang pohon besar yang menyangga semua ranting pertanyaan etis. Menurutnya, pada suatu masa istilah lsafat moral digunakan untuk mengacu pada cabang ini sepenuhnya termasuk ranting-rantingnya. Namun dewasa ini, diskursus mengenai prinsip-prinsip moral lebih mengacu kepada kata etika’, sedangkan ranting-rantingnya menggunakan istilah “etika terapan.”37Dengan demikian, etika dapat didenisikan sebagai reeksi kritis, metodis, dan sistematis tentang tingkah laku manusia, sejauh berkaitan dengan norma. Segi normatif ini merupakan sudut pandang yang khas bagi etika, dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain38 yang juga membahas tingkah laku Norma-norma yang dimaksud merupakan penilaian dari sudut pandang baik dan buruk. Jadi, etika tidak berhenti pada hal-hal yang bersifat faktual dan empiris Filsafat Islam, selain menggunakan kata etika dan moral untuk menggambarkan suatu tindakan, digunakan juga kata akhlaq. Beberapa lsuf Muslim menggunakan kata akhlak untuk judul karyanya dibandingkan dengan kata etika atau Di samping berakar kata dari bahasa Arab, kata akhlak memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan kata etimologis, kata akhlak’ berasal dari bahasa Arab dalam bentuk jamak, sedang mufradnya adalah khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau Berakar dari kata khalaqa yang artinya menciptakan. Kemudian seakar dengan kata khaliq pencipta, makhluk yang diciptakan dan khalaq penciptaan.42 Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan Namun, pada perkembangannya hubungan baik ini tidak hanya berdimensi vertikal 36 K. Bertens, Etika, hlm. Stephen Palmquis, Pohon Filsafat, terj. Muhammad Shodiq Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2011, hlm. 291. 38 Psikologi, antropologi, sosiologi, dan K. Bertens, Etika, Tahdzib al-Akhlaq oleh Ibn Miskawaih, Akhlaq-I Nasiri oleh Nasir Al-Din Tusi, Akhlaq-I Jalali oleh Muhammad Ibn As’ad Yuniar Ilyas, Kuliah Akhlak Yogyakarta Penerbit LPPI UMY, 2007, hlm. 1. 42 Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf Yogyakarta Penerbit Ombak, 2013, hlm. Mustofa, Akhlak Tasawuf Bandung Pustaka Setia, 1997, hlm. 11. Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 85 antara Sang Pencipta dengan hamba-Nya, tapi memiliki dimensi horizontal, yaitu hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan hewan dan manusia dengan alam. Dalam memberikan denisi kata akhlak, ada beberapa pendapat yang telah diberikan oleh para lsuf Muslim, yaitul Ibn Miskawaih “Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu.”l Imam al-Ghazali “Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran lebih dahulu.” l Ahmad Amin “Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak.” l Farid Ma’ruf “Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.”l Abdullah Dirroz “Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar dalam hal akhlak yang baik atau pihak yang jahat dalam hal akhlak yang jahat.”44Dari pengertian-pengertian di atas, kata kunci yang dapat kita garisbawahi adalah spontanitas dan kebiasaan dalam tindakan. Akhlak pertama-tama merupakan kondisi jiwa manusia. Jiwa yang bersih akan menghasilkan sifat yang baik, begitupun sebaliknya, jiwa yang kotor akan menghasilkan sifat yang buruk. Sifat ini didorong oleh kehendak untuk dimanifestasikan sebagai tindakan. Dalam prosesnya, terjadi sebuah pertimbangan untuk mengaktualkan atau tidak mengaktualkannya menjadi sebuah perbuatan atau tindakan. Sebelum benar-benar dapat dikatakan sebagai akhlak, terlebih dahulu terjadi proses pembiasaan atau perbuatan tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang, sehingga pada akhirnya perbuatan ini telah menjadi suatu kebiasaan. Pada tahap ini terdapat proses perpaduan antara unsur jiwa, sifat, dan kehendak. Oleh karena itu, bila sudah menjadi kebiasaan seseorang dapat melakukan perbuatannya tanpa memerlukan pertimbangan-pertimbangan rasio garis besar, penggunaan istilah etika, moral dan akhlak dapat digambarkan sebagai berikut. 44 Ibid., hlm 12-14. 86 Rusan Efendi Etikd dalam Islam Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Ibn MiskawaihMoral Akhlak Etika Gambar Istilah etika, moral, dan akhlak memiliki pengertian yang seiring dengan perkembangan wacana pemikiran, istilah etika, moral, dan akhlak dapat digambarkan sebagai Akhlak Gambar Istilah moral dan akhlak memiliki pengertian yang sama sedangkan etika berbeda dengan secara etimologis, kata etika, moral, dan akhlak memiliki pengertian yang sama, meskipun berasal dari sumber yang berbeda. Namun secara istilah, ketiga kata tersebut memiliki pengertian dan keluasan yang berbeda. Dalam studi etika sudah tentu kita berbicara mengenai moral atau akhlak. Tetapi, ketika kita berbicara tentang moral atau akhlak, belum tentu kita masuk dalam diskursus etika. Selain itu, hal yang membedakan ketiganya adalah standar penilaian terhadap suatu tindakan. Etika mendasarkan penilainnya pada rasio, moral pada adat istiadat atau kebiasaan masyarakat, dan akhlak lebih merujuk pada pertimbangan kitab Tahdzib al-AkhlakPembahasan dalam poin ini merujuk kepada dua sumber utama, yaitu buku The Renement of Character dan Menuju Kesempurnaan Titik tekan dari pembahasan poin ini adalah untuk melihat pemikiran Ibn Miksawaih secara 45 Kedua buku ini merupakan terjemahan dari Tahdzib al-Akhlaq karya Ibn Miskawaih dalam bahasa Inggris dan Indonesia. The Renement of Character diterjemahkan oleh Constantine K. Zurayk dan diterbitkan oleh American University of Beirut pada tahun 1968, sedangkan Menuju Kesempurnaan Akhlak diterjemahkan oleh Helmi Hidayat dan diterbitkan oleh Mizan di Bandung pada tahun 1998. Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 87 utuh. Selain itu, tujuan dari poin ini adalah untuk menjawab pertanyaan besar dalam penelitian ini tentang apakah Tahdzib al-Akhlaq merupakan karya moral atau Bagian Pertama Prinsip-prinsip Etika Jiwa dan Fakultas-fakultasnya, Kebaikan dan Kebahagiaan; Kebajikan dan KejahatanTubuh adalah bentuk sik yang khas dengan dirinya. Aktivitas tubuh dapat diamati oleh indra manusia secara langsung, sedangkan aktivitas dalam diri manusia tidak dapat diamati oleh indra manusia. Oleh karena itu, sesuatu yang terdapat dalam diri manusia sudah jelas bukanlah tubuh, bukan bagian dari tubuh serta tidak memiliki bentuk seperti tubuh dan benda-benda lainnya. Sampai sini, kita dapat mengatakan bahwa entitas tersebut adalah Ibn Miskawaih jiwa memiliki bentuk yang sempurna, tidak terpisah dari bentuknya yang pertama, tidak bergeser dan Hal ini tentu berbeda dengan apa yang menjadi ciri khas dari tubuh. Tubuh selalu berubah bentuk seiring dengan berjalannya waktu dan kualitasnya akan terus menyusut seperti benda-benda lainnya. Di samping itu, aktivitas jiwa terkait dengan penalaran. Semakin manusia melakukan aktivitas penalaran, maka ia akan semakin memperoleh kekuatannya berupa ketajaman jiwa yang terus menerus tanpa henti. Sementara itu, tubuh hanya dapat mengetahui pengetahuan melalui indra dan selalu memiliki kecenderungan kepadanya. Adapun jiwa mampu mengetahui sebab-sebab dari pengetahuan yang ditangkap oleh indra. Jiwa dapat melakukan abstraksi, sedangkan tubuh melakukan kontak langsung dengan sesuatu di luar dirinya. Secara singkat, tubuh berkaitan erat dengan apa yang dapat ditangkap oleh indra. Sementara itu, jiwa memiliki kecenderungan untuk menyingkap realitas ke-Tuhanan dan memilih hal-hal yang lebih mulia daripada hal-hal yang berkaitan dengan jasmani. Selain itu, jiwa berusaha menjauhkan diri dari keterikatannya dengan tubuh untuk sampai pada kenikmatan akal, yaitu kecerdasan. Perbedaan yang paling fundamental antara jiwa dan tubuh selanjutnya adalah jiwa dapat menilai dan memutuskan apa yang benar dan apa yang salah. Penilaian ini dilakukan oleh jiwa dengan kebaikan dan kejahatan, Ibn Miskawaih berpendapat The voluntary matters which pertain to man are divided into good and evils. For it is by virtue of the end for which man is created that he who keeps directing his eorts towards it until he attains it is one that should thereby be called good or happy, while he who allows himself to be hindered from it is indeed wicked and miserable. Consequently, goods are those things which man gains by the exercise of his will and his endeavor and which 46 Ibn Miskawaih, The Renement of Character…, hlm. Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak…, hlm. Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak…, hlm. 37-38 88 Rusan Efendi Etikd dalam Islam Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Ibn Miskawaihpertain to the ends for which he was made and created; while evils are those which hinder him from goods, whether this hindrance is through his will and endeavor or through laziness and Persoalan-persoalan fakultatif yang berkaitan dengan manusia dapat dibagi ke dalam kebaikan dan kejahatan. Berkat tujuan diciptakannya manusia, maka ia yang memfokuskan dirinya pada tujuan tersebut hingga ia memperolehnya dengan jalan ini dapat dinamakan orang yang baik dan bahagia, sementara dia yang membiarkan dirinya dihalangi dari jalan tersebut adalah orang yang jahat dan sengsara. Dengan begitu, kebaikan adalah hal-hal yang dapat diperoleh manusia dengan melaksanakan kehendaknya dan upayanya serta berkaitan dengan tujuan diciptakannya manusia; sedangkan kejahatan adalah hal-hal yang menghalanginya dari kebaikan, apakah halangan ini berupa kehendak dan upayanya atau melalui kemalasan dan kelalaian.Selanjutnya, Ibn Miskawaih berpendapat bahwa jiwa terdiri dari tiga bagian, yaitu1. Fakultas yang berkaitan dengan reeksi, memahami, dan mempertimbangkan segala Fakultas yang berkaitan dengan amarah, keberanian, mengambil resiko dalam bahaya, hasrat ingin mendominasi, menjaga harga diri, dan berbagai macam jenis Fakultas yang berkaitan dengan keberahian, kenikmatan makan dan minum, bersenggama serta kenikmatan indrawi-indrawi lainnya. Ketiga fakultas jiwa ini berbeda satu dari yang lainnya. Hal ini dapat diketahui dari kenyataan bahwa berkembangnya salah satu dari ketiga fakultas ini akan melemahkan fakultas lainnya, dan salah satu dari mereka barangkali akan meniadakan tindakan dari yang lainnya. Mereka kadang-kadang dianggap sebagai tiga jiwa, dan kadang-kadang sebagai tiga fakultas dari satu jiwa. Fakultas berpikir disebut sebagai raja, dan organ tubuh yang digunakannya adalah otak. Fakultas nafsu disebut fakultas binatang, dan organ tubuh yang digunakannya adalah hati. Sedangkan fakultas amarah disebut fakultas binatang buas, dan organ tubuh yang digunakannya adalah jumlah fakultas dalam jiwa, Ibn Miskawaih membagi kebajikan menjadi empat bagian, yaitua. Kebajikan Pengetahuan Kebajikan pengetahuan berasal dari aktivitas jiwa rasional. Kebajikan ini dapat diperoleh ketika jiwa diarahkan untuk mencari pengetahuan yang benar, bukan yang diduga sebagai pengetahuan, tetapi sebenarnya adalah kebodohan. Ketika jiwa telah mencapai kebajikan ini, maka ia akan diiringi oleh kebajikan Ibn Miskawaih, The Renement of Character…, hlm. Ibid., hlm. 14-15. Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 89 b. Kebajikan Sikap Sabar Kebajikan sikap sabar berasal dari aktivitas jiwa amarah. Kebajikan ini dapat diperloeh ketika jiwa ini mematuhi atau tunduk pada jiwa rasional dan tidak diwujudkan pada waktu yang tidak tepat maupun diekspresikan secara berlebihan. Pada saat jiwa ini telah mencapai kebajikannya, maka ia akan diiringi oleh kebajikan sikap Kebajikan Sikap Sederhana Sikap sederhana berasal dari aktivitas jiwa kebinatangan. Kebajikan ini akan diperoleh ketika jiwa ini dikendalikan oleh jiwa berpikir, tidak menentang apa yang diputuskannya, dan tidak menuruti hati dalam mengejar keinginannya sendiri. Ketika jiwa telah mencapai kebajikan sikap sederhana, maka ia akan diiringi oleh kebajikan Kebajikan Sikap Adil Kebajikan ini muncul saat ketiga kebajikan sebelumnya telah serasi dan saling berhubungan dengan tepat. Kebajikan sikap adil merupakan sebuah representatif kesempurnaan dan kelengkapan ketiga kebajikan sisi lain, lawan dari keempat kebajikan di atas berjumlah empat juga, yaitu kebodohan, kerakusan, pengecut, dan ketidakadilan. Keempat jenis jiwa tersebut memiliki berbagai macam turunannya. Selain itu, mereka merupakan penyakit-penyakit jiwa yang dapat menimbulkan kepedihan, contohnya adalah ketakutan, kesedihan, marah, jenis-jenis cinta dan hasrat, serta berbagai macam karakter Ibn Miskawaih menunjukkan bagian-bagian dari kebajikan sebagai berikut a. Bagian-bagian dari kearifan adalah Kecerdasan, daya ingat, rasionalitas, ketangkasan dan ketepatan dalam memahami, kejernihan dalam pikiran, serta kecakapan dalam belajar. b. Bagian-bagian dari sikap sederhana adalah kerendahan hati, ketenangan, kesabaran, dermawan, integritas, sikap puas, murah hati, berdisiplin diri, sikap yang baik, kelembutan, berwibawa, kesalehan. c. Bagian-bagian dari sikap berani adalah kebesaran jiwa, keberanian, keuletan, ketabahan, keluhuran budi, ketenangan, perkasa, dan ketahanan. d. Bagian-bagian dari kedermawanan murah hati, mementingkan orang lain, rela, senang menolong, tangan terbuka, dan Bagian-bagian dari sikap adil persahabatan, kerukunan, silaturahmi, memberi imbalan, bersikap baik, kejujuran, kebaikan hati, dan gagasan Aristoteles tentang kebajikan adalah titik tengah di antara dua ekstrem, Ibn Miskawaih berpendapat51 Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak…, hlm. 44-45. 52 Ibn Miskawaih, The Renement of Character…, hlm. Ibid., hlm. 17-20. 90 Rusan Efendi Etikd dalam Islam Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Ibn MiskawaihBertolak dari pernyataan bahwa setiap kebajikan merupakan titik tengah antara dua ujung, dan dalam hal ini ujung-ujung itu merupakan keburukan-keburukan. Kita dapat memahami bahwa makna kebajikan adalah titik tengah, karena letaknya di antara dua kehinaan dan pada posisi yang paling jauh dari dua kehinaan itu. Karena itu, jika kebajikan bergeser sedikit saja dari posisinya, lalu ke posisi yang lebih rendah, maka kebajikan itu mendekati salah satu kehinaan, dan menjadi berkurang nilainya menurut dekatnya ia dari kehinaan yang Selanjutnya, beberapa kebajikan yang merupakan titik tengah adalah sebagai berikut - Kearifan wisdom adalah titik tengah antara kelancangan dan kebodohan. Hal yang dimaksud kelancangan di sini adalah menggunakan fakultas berpikir untuk tindakan yang tidak baik melalui jalan yang salah. Sementara ittu, yang dimaksud dengan kebodohan adalah mengabaikan fakultas Kecerdasan adalah titik tengah antara kelicikan dan Rasionalitas adalah titik tengah antara terlalu mempertimbangkan atau memikirkan sesuatu dan tidak memikirkannya sesuatu dengan Kesederhanaan adalah titik tengah antara dua keburukan, yaitu kejangakan terlalu memperturutkan hawa nasfsu dan mengabaikan hawa Rendah hati adalah titik tengah antara dua keburukan, yaitu tidak tahu malu dan terlalu Keberanian adalah titik tengah antara dua keburukan, yaitu pengecut dan Kedermawanan adalah titik tengah dari sikap boros dan pelit atau Keadilan adalah titik tengah antara melakukan ketidakadilan dan menderita ketidakadilan. Adil adalah kebajikan yang menyebabkan keadilan bagi dirinya sendiri dan orang lain. 552. Karakter dan Perbaikannya Kesempurnaan Manusia dan MaknanyaMengenai karakter manusia, Ibn Miskawaih berpendapat Character is a state of the soul which causes it to perform its actions without thought or deliberation. This state is of two kinds. One kind is natural and originates in the temperament. The other kind is that which is acquired by habit and self-training. It may have its beginning in deliberation and thought, but then it becomes, by gradual and continued practice, an aptitude and a trait of Karakter adalah keadaan jiwa yang menyebabkan jiwa bertindak tanpa 54 Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, hlm. 51. 55 Ibid., hlm. Ibn Miskawaih, The Renement of Character, hlm. 29. Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 91 dipikir dan dipertimbangkan terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi menjadi dua jenis. Pertama, bersifat alamiah dan berasal dari watak atau perangai. Kedua, diperoleh melalui kebiasaan dan latihan. Pada awalnya, keadaan ini merupakan tindakan yang dipikirkan dan dipertimbangkan terlebih dahulu, namun melalui latihan yang dilakukan secara bertahap dan terus menerus berubah menjadi sebuah karakter.Penjelasan Ibn Miskawaih di atas didasarkan pada perbedaan pendapat para cendekiawan Sebagian dari mereka menyatakan bahwa karakter dimiliki oleh jiwa non-rasional, sedangkan sebagian lainnya menyatakan bahwa karakter dimiliki oleh jiwa rasional. Selain itu, mereka menyatakan seseorang yang memiliki karakter alami tidak akan pernah kehilangan karakternya tersebut. Sementara itu, ada juga yang menyatakan bahwa tidak ada karakter yang alami bagi manusia. Sedangkan pendapat terakhir menyatakan bahwa karakter bersifat alami, dan juga dapat berubah cepat atau lambat melalui disiplin serta nasihat-nasihat mulia. Pendapat terakhir inilah yang dijadikan rujukan oleh Ibn Kemudian, Ibn Miskawaih mengutip pendapat Galen yang berpendapat bahwa sebagian manusia secara alami baik, sebagian jahat, dan sebagian lagi berada di posisi tengah-tengah. Mengenai yang pertama, mereka berjumlah sedikit dan tidak akan pernah berubah menjadi jahat. Sedangkan yang kedua memiliki jumlah yang banyak dan juga tidak akan berubah menjadi baik. Adapun yang ketiga, manusia dapat menjadi baik dan jahat tergantung Pada akhirnya, melalui pendapat para lsuf di atas Ibn Miskawaih membuat sebuah silogisme, yaitu Premis mayor Setiap karakter dapat berubahPremis minor Yang berubah itu tidak alamiKesimpulan Tidak ada karakter yang alamiDi sisi lain, Ibn Miskawaih memasukkan syariat agama sebagai upaya dalam meluruskan karakter. Ia berpendapat, “kewajiban orangtualah untuk mendidik mereka agar menaati syariat ini, agar berbuat baik, melalui nasihat, atau dipukul kalau perlu, atau dihardik, atau diberi janji yang menyenangkan atau diancam hukuman yang menakutkan.”60 Hal tersebut tidak terlepas dari latar belakang Ibn Miskawaih yang merupakan seorang pemeluk Islam. Ibn Miskawaih membagi kesempurnaan manusia menjadi dua macam, yaitu kesempurnaan karena fakultas kognitif61 dan fakultas Jika seseorang dapat menguasai dua kesempurnaan tersebut, maka ia akan memperoleh 57 Tidak ada keterangan siapa para cendekiawan klasik yang dimaksud. 58 Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Karakter, hlm. Ibn Miskawaih, The Renement of Character, hlm. 30-31. 60 Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak,… hlm. 60. 61 Fakultas ini memberikan kesempurnaan ketika manusia condong pada pencarian ilmu dan pengetahuan. 62 Fakultas ini memberikan kesempurnaan dalam kesempurnaan karakter manusia. 92 Rusan Efendi Etikd dalam Islam Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Ibn Miskawaihkebahagiaan Hal ini didasarkan pada pembagian lsafat ke dalam dua bagian, yaitu lsafat teoritis dan Pembagian lsafat ini berasal dari Pembahasan terakhir dari bagian atau wacana kedua ini terkait dengan pendidikan bagi remaja, dan khususnya bagi anak-anak. Secara eksplisit Ibn Miskawaih berpendapat, “a section on the education of the young, and of boy in particular, most of which I have copied from the work of Bryson.”66 Adapun beberapa ajaran moral yang harus diberikan adalah - Bagi laki-laki hendaknya tidak memakai pakaian yang berwarna warna-warni disertai dengan aksesoris. Pakaian tersebut lebih cocok dikenakan oleh Warna pakaian yang paling baik untuk orang terhormat adalah warna putih dan yang serupa dengan Menghafal tradisi-tradisi yang baik dan syair-syair yang bisa membuatnya terbiasa melakukan moral Jika seorang anak berbuat kesalahan, janganlah mencerca dia, tapi nasihatilah dia dengan cara yang Mendidik jiwa harus diawali dengan membentuk sikap makan yang baik. Ajarkan pada dia mengenai tujuan makan demi kesehatan dan kelangsungan hidup, bukan demi kenikmatan Jangan sampai ia memandangi gerakan tangan orang yang sedang makan 3. Kebaikan dan KebahagiaanDalam mendenisikan kebaikan dan kebahagiaan, Ibn Miskawaih dengan jelas mengakui bahwa ia merujuk kepada Aristoteles. Menurut Aristoteles dan pandangan para pemikir klasik, kebaikan merupakan tujuan segala sesuatu. Kebaikan juga merupakan tujuan terakhir. Ibn Miskawaih menambahkan dengan berpendapat bahwa sesuatu yang bermanfaat untuk mencapai tujuan tersebut dapat disebut sebagai kebaikan. Sementara itu, kebahagiaan adalah kebaikan yang berhubungan dengan pemiliknya, dan merupakan kesempurnaan baginya. Lebih lanjut, kebaikan adalah apa yang diinginkan oleh semua orang, sebuah objek yang bisa dicari atau ditemukan serta memiliki sebuah esensi. Hal ini merupakan kebaikan umum universal bagi semua orang. Sedangkan kebahagiaan adalah kebaikan yang berkaitan dengan seseorang yang bersifat 63 Kebahagiaan puncak yang dimaksud adalah kenikmatan spiritual. Namun, tidak ada penjelasan komprehensif dari Ibn Miskawaih mengenai kenikmatan ini. 64 Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak…, hlm. 63. 65 Lihat Ali Maksum, Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme Yogyakarta Ar-Ruzz Media, 2012, hlm. 35-36. Lihat juga Jan Hendrik Raper, Pengantar Filsafat Yogyakarta Kanisius, 1996, hlm. 34. 66 Ibn Miskawaih, The Renement of Character…, hlm. 50. 67 Lebih lengkapnya lihat Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, hlm. 76-80. Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 93 relatif, dan tidak memiliki esensi yang pasti. Kebahagiaan berbeda menurut orang yang Merujuk pada Aristoteles, Ibn Miskawaih membagi kebaikan menjadia. Kebaikan mulia, kebaikan terpuji, kebaikan potensial, dan kebaikan yang bermanfaat. Kebaikan mulia adalah kebaikan yang berasal dari esensinya serta orang yang mendapatkannya menjadi mulia. Itu adalah kebijaksanaan dan akal pikiran nalar. Kebaikan terpuji adalah keutamaan dan tindakan sukarela yang positif. Kebaikan potensial adalah kesiapan untuk memperoleh hal-hal yang telah disebutkan di atas. Kebaikan yang bermanfaat adalah segala sesutau yang dicari bukan untuk mereka sendiri, tapi untuk memperoleh kebaikan-kebaikan lainnya. b. Kebaikan ada yang menjadi tujuan dan bukan merupakan tujuan. Di antara mereka ada yang sempurna dan ada yang tidak sempurna. Contoh dari yang pertama adalah kebahagiaan, yang ketika kita mendapatkannya, maka tidak memerlukan sesuatu yang lain lagi sebagai tambahannya. Contoh dari yang kedua adalah kesehatan dan kekayaan, yang ketika kita telah mendapatkannya masih memerlukan yang lainnya. Kebaikan yang bukan merupakan tujuan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyembuhan, pembelajaran, dan Kebaikan yang ada di dalam jiwa, tubuh, dan di luar keduanya. d. Kebaikan yang dipilih demi kebaikan itu sendiri, ada yang merupakan saran bagi yang lain, ada yang merupakan demi keduanya, dan ada yang bukan untuk keduanya. e. Kebaikan yang benar-benar apa adanya, ada yang baik hanya ketika mendesak, atau karena kejadian tertentu yang menimpa orang-orang, hanya pada waktu tertentu, dan juga ada yang baik bagi seluruh manusia dalam segala hal dan kapan pun. f. Kebaikan pada substansinya, kuantitas, dan kualitasnya. Tuhan merupakan jenis kebaikan pertama, karena segala sesuatu mengarah kepada-Nya untuk mendapatkan kebaikan Ilahi, seperti kekekalan, keabadian, dan kesempurnaan. Kebaikan yang berkaitan dengan kuantitas adalah angka bilangan dan jumlah yang memadai. Sedangkan, kebaikan yang berkaitan dengan kualitas adalah Kebaikan yang berkaitan dengan hubungan adalah persahabatan dan otoritas. h. Kebaikan yang berkenaan dengan di mana dan kapan adalah tempat yang nyaman, waktu yang baik dan Kebaikan yang berkaitan dengan posisi adalah duduk, berbaring, dan bersandar yang Kebaikan yang berkenaan dengan kepemilikan adalah uang dan Ibn Miskawaih, The Renement of Character, hlm. 69. 94 Rusan Efendi Etikd dalam Islam Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Ibn Miskawaihk. Kebaikan yang berkaitan dengan pengaruh adalah mendengarkan musik yang baik dan perasaan Kebaikan yang terakhir berkaitan dengan tindakan adalah efektifnya suatu perintah dan tersebarnya itu, Aristoteles membagi kebahagiaan menjadi lima bagian, yaitua. Kebahagiaan memiliki kesehatan pada tubuh dan kelembutan indrawi, seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan dan perabaan yang baik. b. Kebahagiaan mempunyai pemilikan keberuntungan, seperti dapat menggunakan uangnya di mana pun, dapat melakukan kebaikan-kebaikan menggunakan uangnya, menolong orang-orang yang baik khususnya, dan orang-orang yang layak ditolong pada Kebahagiaan memiliki reputasi dan nama baik di antara orang-orang yang mempunyai Kebahagiaan dalam kesuksesan segala urusannya. Kebahagiaan ini diperoleh ketika ia mengerjakan sesuatu yang telah diputuskannya dan mendapatkan hasil sesuai yang ia Kebahagiaan memiliki penilaian yang cermat, pemikiran yang tepat, lurus keyakinannya, baik dalam hal agama dan bukan agama, terbebas dari kekeliruan dan kesalahan, serta mampu memberi petunjuk yang 4. KeadilanMengenai orang yang adil, Ibn Miskawaih berpendapatSeseorang baru bisa dianggap benar-benar adil kalau sudah bisa menyelaraskan seluruh fakultas, perilaku, dan kondisi dirinya sedemikian hingga yang satu tidak melebihi yang lainnya. Penyelarasan serupa ini juga dilakukannya dalam transaksi dan kehormatan, dan dilakukannya demi keutamaan keadilan itu sendiri, bukan untuk sesuatu yang lain. Dia dapat mencapai hal ini hanya apabila dirinya memiliki sikap moral tertentu, dan dari sikap moral ini dia berperilaku. Dan keadilan, karena merupakan titik tengah dari ekstrem-ekstrem, dan sikap untuk memperbaiki keberlebihan dan kekurangan, merupakan kebajikan paling sempurna dan paling dekat dengan Lebih lanjut, Ibn Miskawaih berpendapat bahwa orang yang berpegang teguh pada syariat agama dalam perbuatannya pasti adil, dan orang yang melanggarnya pasti lalim. Hal ini dikarenakan syariat agama menentukan perbuatan-perbuatan sukarela yang merupakan hasil dari kegiatan berpikir 69 Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, hlm. 90-91. 70 Ibn Miskawaih, The Renement of Character, hlm. 72. 71 Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, hlm. 115. Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 95 dan peraturan Ilahi. Dengan tegas Ibn Miskawaih berpendapat bahwa keadilan adalah sebutan untuk orang yang berpegang teguh pada syariat Ia berpendapat, “kalau keadilan hanya bisa terwujud dalam aksi timbal-balik mengambil dan memberi, atau dalam berbagi kehormatan, maka Tuhan punya hak atas kita, lantaran kita sudah terlalu banyak memperoleh pemberian dan nikmat yang tak terhingga dari-Nya,”73 dan “meski Sang Pencipta SWT tak pernah membutuhkan pertolongan dan upaya kita, maka sangat keji dan lalim kalau kita tak melaksanakan kewajiban kita74 terhadap-Nya.”755. Cinta dan PersahabatanIbn Miskawaih berpendapat bahwa cinta dapat dibagi ke dalam empat jenis,76 yaitua. Cinta yang terjalin dengan cepat, tapi pupusnya juga cepat. Cinta ini muncul atas dasar Cinta yang terjalin dengan cepat, tapi pupusnya lambat. Cinta ini muncul atas dasar Cinta yang terjalin lambat, tapi pupusnya cepat. Cinta ini muncul atas dasar kegunaan atau manfaat. d. Cinta yang terjalin lambat, dan pupusnya lambat. Cinta ini muncul atas dasar bersatunya kenikmatan, kebaikan, dan kegunaan atau Selain jenis cinta di atas Ibn Miskawaih menambahkan satu jenis cinta lagi, yaitu cinta Ilahi. Cinta Ilahi timbul dari substansi manusia yang bersifat Ilahi. Substansi ini tidak dapat bercampur dengan unsur-unsur sik. Sebagian orang berpendapat bahwa cinta Ilahi merupakan cinta yang berupaya menyatu dengan Tuhan. Cinta Ilahi tidaklah bersifat aksidental yang akan pupus ketika penyebabnya hilang atau telah tercapai, seperti cinta atas dasar kenikmatan, kebaikan, dan manfaat atau Cinta Ilahi hanya dimiliki oleh orang yang memiliki pengetahuan tentang Tuhan. Namun banyak orang yang mengaku mengetahui dan mencintai Tuhan, padahal mereka sedang membayangkan sesuatu selain diri-Nya, mencintai, dan menyembahnya. Hal tersebut merupakan kesesatan yang paling jauh. Selanjutnya, untuk melukiskan keadaan orang 72 Ibid., hlm. Ibid, hlm. Kewajiban yang dimaksud merupakan kewajiban yang terdapat dalam ajaran agama, seperti beribadah kepada-Nya dan berbuat baik kepada sesama manusia dalam interaksi Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, hlm. 122. 76 Gagasan ini bukanlah murni berasal dari Ibn Miskawaih. Dalam hal ini Ibn Miskawaih merujuk pada Nicomachean Ethics. Pembahasan ini dijelaskan Aristoteles pada poin tentang “Tiga macam persahabatan” dan “Persahabatan yang sempurna dan tidak sempurna.” Lihat Aristoteles, Nicomachean Ethics, terj. Embun Kenyowati Jakarta Teraju, 2004, hlm. Ibn Miskawaih, The Renement of Character, hlm. 123-124. 78 Ibid., hlm. 126. 96 Rusan Efendi Etikd dalam Islam Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Ibn Miskawaihseperti di atas, Ibn Miskawaih megutip Al-Quran surah ke-12 ayat ke-106 yang berbunyi “dan kebanyakan manusia tidak beriman kepada Allah, kecuali dalam keadaan mempersekutukan-Nya.”79Selanjutnya, berkenaan dengan persahabatan Ibn Miskawaih berpendapatBersahabat adalah bagian dari cinta. Hanya saja lebih khas lagi. Pada esensinya itu sendiri, ia berarti kasih sayang, dan tidak terjadi di antara orang banyak, sebagaimana halnya cinta. Adapun cinta asmara, ia merupakan keberlebihan dalam cinta, dan lebih khas daripada kasih sayang, sebab terjalin di antara dua orang saja. Cinta asmara dapat terjadi pada orang yang sedang dimabuk cinta pada kenikmatan secara berlebihan, atau kepada orang yang sedang dilanda cinta karena kebaikan. Jenis cinta pertama sangat tercela, tapi jenis kedua Ibn Miskawaih menerangkan bahwa persahabatan yang terpuji adalah persahabatan yang terjalin di kalangan orang baik, demi kebaikan, dan penyebabnya adalah kebaikan. Hal ini dikarenakan kebaikan merupakan sesuatu yang tidak berubah, maka persahabatan seperti ini akan abadi dan tidak berubah. Berbeda dengan persahabatan yang didasarkan pada kenikmatan dan Ibn Miskawaih memperlihatkan tingkah laku orang baik dan jahat dalam cinta dan persahabatan. Ia berpendapat bahwa orang baik adalah orang yang melakukan kebaikan demi esensinya, selalu melihat kebaikan dirinya ada pada orang lain dan dalam dirinya sendiri temannya adalah dirinya sendiri, dan memperlakuan kenalannya sama seperti pada kawan-kawan dekatnya, seakan berupaya membuat mereka mencapai posisi teman-teman sejati. Adapun tingkah laku orang jahat adalah orang yang menodai atau memalsukan cinta dan persahabatan, senang bermalas-malasan, tidak dapat dan mau mengetahui kebaikan, tidak bisa membedakan antara kebaikan dan kejahatan, dan menyangka baik sesuatu yang tidak Oleh karena itu, menurut Ibn Miskawaih yang juga berasal dari Socrates, dalam memilih teman hendaknya kita melakukan beberapa hal berikuta. Terlebih dahulu mempertanyakan perilaku calon teman kita saat kecil kepada orangtuanya, saudara-saudara, dan Kenali baik-baik seluruh karakternya kalau dia bergaul dengan teman-temannya. c. Setelah itu, bandingkan karakternya dengan karakter saat dia bergaul dengan saudara-saudara dan orangtuanya. 79 Ibid., hlm. Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, hlm. 134-135. 81 Ibid., hlm. Ibid., hlm. 144-145. Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 97 d. Lihat apakah ia tipe orang yang selalu mensyukuri nikmatnya atau kufur terhadap nikmat. e. Lihat apakah ia peribadi yang suka bersantai atau tidak. Suka bersantai merupakan serendah-rendahnya kepribadian. f. Amati apakah ia suka emas dan Amati apakah ia suka menguasai dan Amati apakah ia suka mengolok-olok atau mengejek Ketika kita telah memiliki teman, maka kita memiliki Kewajiban Menurut Ibn Miskawaih, beberapa hal yang harus kita lakukan terhadapnya di antaranyaa. Banyak memberikan perhatian Tunaikanlah kewajiban yang kecil terhadapnya ketika ia ditimpa musibah. c. Tampillah di hadapannya dengan wajah ceria dan sikap murah Sambutlah dengan sikap manis muka bila ia datang Jangan segan-segan bersikap hormat ketika bertemu dengan Jangan merasa keberatan untuk berpenampilan Terapkan perilaku di atas terhadap orang yang diperhatikan dan dicintainya, seperti teman, anak, orangtua, dan lain-lain. h. Pujilah mereka dengan pujian yang tidak berlebihan supaya anda tidak menjilat dan membuatnya membenci Jika anda mendapatkan kebaikan, janganlah kebaikan tersebut anda miliki sendiri. j. Kalau anda tahu dia punya aib, tunjukkan dengan baik padanya bahwa anda 6. Kesehatan Jiwa Menjaga dan MemulihkannyaMenurut Ibn Miskawaih, pengobatan penyakit jiwa sama halnya dengan menyembuhkan penyakit jasmani. Pertama, dokter harus mendiagnosis terlebih dahulu penyakit apa yang terdapat di dalam tubuh. Setelah itu, dokter memberikan resep obat untuk dikonsumsi oleh si pasien. Obat ini yang akan melawan penyakit tersebut. Begitu juga dengan penyakit jiwa memerlukan diagnosis terlebih dahulu untuk menemukan obat yang sesuai dengan penyakitnya. Ibn Miskawaih berpendapat bahwa penyakit jiwa ini dapat disembukan melalui pendidikan moral. Pandangan ini lazim terdapat dalam tulisan-tulisan Muslim tentang akhlak dan kalangan kaum su.86 Berkenaan dengan perawatan jiwa, Ibn Miskawaih menganjurkan untuk melakukan hal-hal berikut merindukan ilmu-ilmu yang hakiki dan bergaul dengan 83 Ibid., hlm. 150-151. 84 Dalam buku The Renement of Character, tema ini beri judul “Our’s duties towards his friend,” sedangkan dalam buku Menuju Kesempurnaan Karakter diberi judul “Etika Berteman.”85 Penjelasan lengkapnya lihat Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, hlm. 152-156. 86 Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak…, hlm. 162. 98 Rusan Efendi Etikd dalam Islam Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Ibn Miskawaihorang-orang seperti dirinya, jangan bergaul dengan orang keji yang suka pada kenikmatan-kenikmatan buruk, suka berbuat dosa, bangga dan tenggelam dalam Selain itu, Ibn Miskawaih berpendapat, “ingatlah terus kata-kata Hasan Basri rahmatullahi alaih ini kendalikanlah jiwa kalian! Karena jiwa ingin tahu. Sering-seringlah mengkaji ulang. Karena ia cepat sekali lupa!”88 Galen berpendapat, “siapa pun adanya, kalau dia sudah terlalu cinta diri, dia tak akan pernah tahu cela yang terdapat dalam dirinya. Dia tak akan pernah meilhat, meskipun itu sangat jelas tampak!”89 Oleh karena itu, ia perlu untuk intropeksi penyakit jiwa dan penyembuhannya, Ibn Miskawaih berpendapat “Jenis-jenis penyakit jiwa adalah kebalikan dari empat kebajikan yang telah kami bahas dalam awal buku ini. Karena kebajikan itu adalah titik tengah yang pasti antara ujung-ujung dan esensi-esensi yang ada, maka kebajikan harus dicari dan didapat dengan upaya dan ketekunan. Seluruh titik lainnya yang bukan merupakan titik tengah bersifat tak pasti, tak memiliki esensi-esensi yang ada. Keberadaannya hanya lewat aksiden. Bukan lewat esensi.”90 Satu hal yang dapat kita garisbawahi dari penjelasan-penjelasan di atas adalah Ibn Miskawaih telah berhasil memadukan antara ajaran agama, tradisi kenabian, dan pemikiran yang berasal dari lsuf Yunani. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan Zainul Kamal sebelumnya. Ia berpendapat bahwa Ibn Miskawaih adalah orang yang representatif di bidang akhlak dalam Islam. Usahanya sangat berhasil dalam melakukan harmonisasi antara pemikiran lsafat dan pemikiran 7. Telaah Kritis Poin Pertama sampai KeenamPada poin pertama, Ibn Miskawaih telah menjelaskan perihal Jiwa beserta fakultas-fakultasnya secara rinci dan sistematis. Namun, penjelasan yang diberikan kurang losos. Hal ini disebabkan karena Ibn Miskawaih tidak menjelaskan secara denitif mengenai jiwa. Selain itu, Ibn Miskawaih tidak memberikan desini losos terkait pengertian kebaikan dan kejahatan. Ibn Miskawaih pun tidak menjelaskan secara kritis apa yang dimaksud dengan “tujuan diciptakannya manusia.” Dalam konteks ini Ibn Miskawaih menunjukkan ketidakjelasan posisinya apakah ia berbicara sebagai seorang lsuf atau Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, hlm. Ibid., hlm. Ibid., hlm. Ibid., hlm. 173. 91 Pernyataan ini telah dikemukakan pada Bab Tiga. Sumber rujukannya adalah Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, hlm. 14. 92 Jika ia berbicara sebagai seorang agamawan jelas kiranya bahwa ia akan merujuk kepada kitab suci dan berpendapat bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada Allah dan manusia adalah khalifah atau wakil Tuhan di dunia ini. Namun, sulit kiranya jika kita posisikan Ibn Miskawaih sebagai seorang lsuf karena dalam hal ini ia tidak memberikan penjelasan losos mengenai kebaikan, kejahatan, dan tujuan diciptakannya manusia. Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 99 Secara keseluruhan, inti pemikiran Ibn Miskawaih pada poin pertama dapat digunakan sebagai langkah awal untuk masuk ke dalam diskursus moral maupun etika. Walaupun demikian, poin pertama belum dapat dijadikan patokan untuk menentukan apakah Tahdzib al-Akhlaq merupakan karya moral atau etika. Dengan kata lain, pada poin ini Ibn Miskawaih belum berbicara mengenai moralitas secara losos. Pembicaraan pada poin kedua lebih menitikberatkan pada seputar karakter manusia yang merupakan sebuah keadaan jiwa. Ibn Miskawaih berpendapat bahwa karakter dapat diubah dan dibentuk melalui disiplin dan pendidikan. Ia membedakan tingkatan manusia dalam memperioleh tatanan moral atau karakter. Berdasarkan isi dari poin kedua, dapat disimpulkan bahwa Ibn Miskawaih tidak banyak memberikan konsep losos seputar karakter manusia, kesempurnaan manusia, dan kebahagiaan puncak kenikmatan spiritual. Selain itu, pada akhir poin ini disajikan ajaran moral yang sebagian besar merujuk pada karya Bryson. Secara keseluruhan, pembahasan dalam wacana ini lebih bertendensi pembahasan moral daripada ketiga menjadi poin yang sangat fundamental untuk dijadikan tolak ukur apakah Tahdzib al-Akhlaq merupakan karya moral atau etika. Hal ini disebabkan tema yang dibahas pada poin ini adalah seputar kebaikan dan kebahagiaan yang menjadi inti dari pemikiran etika. Seluruh pemikiran etika selalu diawali dengan pembahasan secara mendalam mengenai apa itu kebaikan. Perihal kebaikan, hampir semua lsuf etika memiliki pengertian versi masing-masing, baik secara denitif maupun esensi. Meskipun, terjadi kontradiksi pendapat di antara mereka mengenai arti kebaikan itu sendiri. Selanjutnya, Ibn Miskawaih tidak memberikan pengertian secara mendalam khas pemikirannya mengenai kebaikan. Dalam hal ini, Ibn Miskawaih hanya merujuk pada pengertian yang diberikan oleh Aristoteles, yaitu kebaikan adalah tujuan segala sesuatu. Ibn Miskawaih hanya menambahkan dengan berpendapat bahwa sesuatu yang bermanfaat untuk mencapai tujuan dapat disebut sebagai kebaikan. Merujuk pada Aristioteles, Ibn Miskawaih menjelaskan bahwa kebaikan dan kebahagiaan dapat dibagi menjadi beberapa kategori. Secara keseluruhan, penjelasan yang terdapat pada poin ketiga disajikan cukup jelas, rinci, dan sistematis. Walaupun terdapat unsur-unsur etika di dalamnya, poin ini tidak dapat dikatakan sebagai diskursus etika secara penuh. Alasannya adalah tidak ditemukan sebuah kajian teoritis yang mendalam berkenaan dengan moral. Selain itu, konstruksi pemikiran yang tersaji bersifat samar dan tanggung’ untuk dikatakan sebuah diskursus pada poin selanjutnya adalah mengenai keadilan. Substansi dari wacana ini berkelindan dengan tema jiwa dan fakultas-fakultasnya pada poin pertama. Seyogianya, wacana keadilan merupakan pembahasan yang penting setelah wacana kebaikan dalam diskursus etika. Hal ini disebabkan karena keadilan adalah output atau tujuan dari sebuah teori etika. Keadilan ini dapat 100 Rusan Efendi Etikd dalam Islam Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Ibn Miskawaihbersifat keadilan individu maupun keadilan sosial. Wacana keadilan dapat dijadikan sebagai salah satu faktor untuk menilai apakah sebuah karya merupakan karya etika atau moral. Walaupun, baik dalam diskursus moral maupun etika sama-sama berbicara tentang poin keempat ini, Ibn Miakwaih tidak menjelaskan tentang keadilan secara losos. Hal ini diperkuat dengan tidak adanya konstruksi pemikiran mengenai keadilan itu sendiri. Keadilan yang dikemukakan oleh Ibn Miskawaih hanya berlandaskan pada fakultas-fakultas jiwa, tanpa memnerikan penjelasan yang mendalam. Inti dari pemikiran Ibn Miskawaih pada poin ini adalah dijadikannya syariat agama sebagai pondasi dalam menghasilkan keadilan. Ia berpendapat, orang yang berpegang teguh pada syariat agama dalam hidupnya akan menghasilkan sikap yang adil. Dijadikannya syariat agama sebagai dasar dalam bertindak, menempatkan ajaran agama dan kitab suci sebagai pedomannya. Menurut analisis awam penulis, konten dari ajaran agama dan kitab suci lebih sarat dengan ajaran moral dibandingkan kosntruksi teoritis mengenai moral. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa poin ini lebih mengarahkan Tahdzib al-Akhlaq untuk disebut sebagai karya moral dibandingkan karya etika. Tema pada poin selanjutnya adalah cinta dan persahabatan. Tema ini lazim termuat secara implisit atau eksplisit baik dalam karya moral maupun etika. Pada poin ini, Ibn Miskawaih tidak memberikan penjelasan tentang kedua hal tersebut secara losos. Ia hanya membagi cinta ke dalam empat jenis yang kemudian ia tambahkan dengan satu jenis cinta lagi, yaitu cinta Ilahi. Begitupun dengan persahabatan, tidak ada pembahasan secara mendalam mengenai hal tersebut. Ia hanya menyatakan bahwa bersahabat adalah bagian dari cinta. Namun inti dari poin kelima ini adalah pemaparan tentang petunjuk dalam memilih teman dan kewajiban kepada teman. Konten dari kedua wacana tersebut lebih kental condong masuk ke dalam diskursus moral dibandingkan etika. Hal ini semakin menegaskan bahwa Tahdzib al-Akhlaq merupakan karya moral dibandingkan karya etika. Poin terakhir berbicara mengenai kesehatan jiwa dan upaya dalam menjaga serta memulihkannya. Poin ini merupakan poin yang paling jelas untuk menegaskan bahwa Tahdzib al-Akhlaq bukan merupakan karya etika melainkan karya moral. Hal ini dikarenakan susbtansi dari poin ini lebih merujuk pada ajaran susme. Wacana yang disajikan lebih dekat kepada diskursus moral dibandingkan diskursus etika. Hal ini diperkuat oleh gagasan Ibn Miskawaih yang menyatakan bahwa penyembuhan penyakit jiwa dan upaya dalam menjaga kesehatannya dapat dilakukan melalui pendidikan yang sangat kentara dari seluruh konstruksi pemikiran pada poin pertama sampai keenam adalah tidak adanya perdebatan teoritis mengenai diskursus moral maupun etika. Padahal, etika sebagai ilmu tentang moralitas biasanya memuat kritik terhadap teori sebelumnya dan berusaha menghadirkan teori baru yang lebih relevan sebagai tesis. Hal tersebut dapat dijadikan salah satu faktor dalam menilai apakah suatu karya dapat disebut sebagai karya moral atau etika. Oleh Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 101 karena itu, dapat disimpulkan bahwa Tahdzib al-Akhlaq merupakan karya KesimpulanDitinjau secara bahasa, Tahdzib al-Akhlaq lebih cocok disebut sebagai kitab akhlak atau moral daripada etika. Hal ini nampak jelas ketika dilihat secara terminologis antara istilah etika, moral, dan akhlak yang telah diuraikan pada Bab Tiga. Sementara dari segi ruang lingkup dan kedalaman ketiga istilah tersebut, kata akhlak lebih mewakili isi dari Tahdzib al-Akhlaq. Di samping memiliki dimensi horizontal muamalah, kitab tersebut juga memiliki dimensi vertikal teologis. Hal ini tentu berbeda dengan pemikiran etika pada umumnya, terutama dalam Filsafat Barat yang cenderung bertumpu hanya pada dimensi horizontal muamalah. Bab Satu sampai Bab Enam dari Tahdzib al-Akhlaq lebih merepresentasikan pembahasan mengenai akhlak daripada etika. Hal ini sejalan dengan tujuan dari Ibn Miskawaih dalam menulis Tahdzib al-Akhlaq, yaitu untuk memperoleh karakter akhlak yang baik sehingga dapat diimplementasikan tanpa pertimbangan akal lagi. Dengan tandas dapat dikatakan bahwa Tahdzib al-Akhlaq merupakan karya moral bukan etika, meskipun terdapat konsep losos yang diambil dari pemikiran lsuf sebelumnya, terutama lsuf Yunani, yaitu Plato dan Aristoteles. Konsep losos tersebut hanya menjadi bumbu dalam pemikiran moralnya, bukan bahan menggunakan istilah sendiri penulis menyebut Tahdzib al-Akhlaq merupakan kitab “moral losos.” Istilah ini tentu berbeda dengan penyebutan terhadap kitab “lsafat moral.” Perbedaanya terletak pada penekanan kata moral. Dalam istilah “moral losos,” posisi moral lebih menonjol daripada struktur pemikiran losos. Pesan yang ingin disampaikan lebih mengedepankan sisi moral dibandingkan analasis tajam khas lsafat mengenai moral. Hal ini berbeda dengan istilah “lsafat moral” yang lebih sarat dengan pemikiran losos dalam mengkaji moral. Menurut penulis, diskurus “lsafat moral” akan sampai pada pemikiran tentang etika, sedangkan “moral losos” terbatas pada wacana tentang ini penulis menyimpulkan bahwa Ibn Miskawaih adalah seorang tokoh moral daripada tokoh etika. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Iqbal dan Mohammed Arkoun yang menyatakan bahwa Ibn Miskawaih merupakan seorang moralias dan humanis. Pendapat ini seolah didukung oleh Oliver Leaman dengan berpendapat bahwa Ibn Miskawaih lebih banyak berbicara menngenai karakter daripada teori-teori tentang moral. Kesimpulan ini mengarmasi pendapat Fazlur Rahman sebelumnya yang menyatakan bahwa lsafat moral tidak pernah dihasilkan dalam sejarah Islam. Lebih lanjut ia berpendapat belum ada sistem etika dalam dunia Islam yang benar-benar mencirikan karakteristik etika dengan identitas ke-Islaman yang substantif. Walaupun demikian, Ibn Miskawaih telah berhasil memadukan antara pemikiran lsafat Yunani dengan ajaran dalam Islam. Ia dapat dikatakan sebagai seorang pemikir Muslim yang cerdik. 102 Rusan Efendi Etikd dalam Islam Telaah Kritis Terhadap Pemikiran Ibn MiskawaihDaftar PustakaAnsari, M. Abdul Haq. The Ethical Philosophy of Miskawaih. Aligarh The Aligarh Muslim University Press. Nicomachean Ethics, Kenyowati. Jakarta Teraju. 2004Badawi, Abdurrahman. “Miskawaih” dalam Syarif ed. Para Filosof Muslim, terj. Ahmad Muslim dan Yustino. Bandung Mizan. 1989. Bagir, Haidar. Buku Filsafat Islam. Bandung Mizan. Loren. Kamus Filsafat. Jakarta Gramedia. K. Etika. Jakarta Gramedia. Henry. History of Islamic Philosophy, Translated by Liadain Sherrard with the assistance of Philip Sherrard. London Kegal Paul Majid. Etika dalam Islam, terj. Zakiyuddin Baidhawy. Yogyakarta Pelajar. Nur. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta Penerbit Ombak. Bakhtiar. “Nasr Al-Din Tusi” dalam Syarif ed. Para Filosof Muslim. Bandung Mizan. 1989. Husein, Fatimah. “Fazlur Rahman’s Islamic Philosophy.” Thesis. McGill University. Yuniar. Kuliah Akhlak. Yogyakarta Penerbit LPPI UMY. 2007. Maksum, Ali. Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme. Yogyakarta Ar-Ruzz Media. Ibn. The Renement of Character. Beirut American University of Beirut. 1968., Menuju Kesempurnaan Akhlak, terj. Helmi Hidayat. Bandung Mizan. 1994. Mustofa, .A. Akhlak Tasawuf. Bandung Pustaka Setia. 1997., Filsafat Islam. Bandung Pustaka Setia. Stephen. Pohon Filsafat, terj. Muhammad Shodiq. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Jan Hendrik. Pengantar Filsafat. Yogyakarta Kanisius. kuliah umum, Filsafat Etika dari Yunani Klasih hingga Jawa pada tema Etika Yunani Klasik Eudaimonia yang disampaikan oleh Franz Magnis-Suseno, Sj di Teater Salihara. Publikasi Youtube, di channel Komunitas Salihara. Diakses pada tanggal 27 Januari 2019. Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 125 ARTI PENTING FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN ISLAMNuansa Falsaa TJudul Buku Filsafat dan Pendidikan dalam IslamPenulis Dr. H. M. Tauk Mandailing, Penerbit Samudera BiruCetakan I, Maret 2018Tebal 228 halaman; 16 x 24 cmBuku yang ditulis oleh Dr. H. M. Tauk Mandailing ini adalah dosen Filsafat di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Buku ini menjelaskan lsafat dan hubungannnya dengan pendidikan, sehingga memiliki relevansi bagi pemerhati pendidikan, pendidik, dan tentunya mahasiswa yang mengambil program studi buku itu penulis membawa pembaca ke dalam pemahaman yang komprehensif mengenai lsafat secara garis besar dan korelasinya dengan pendidikan, khususnya lagi pendidikan dalam Islam. Secara sistematis penulis mengajak pembaca untuk terlebih dahulu memahami apa itu lsafat dan bagaimana perjalan lsafat mulai dari lahirnya hingga perkembangannya, sebelum lebih 126 Nuansa Falsaa T, Arti Penting Filsafat dalam Pendidikan Islamjauh membawa pembaca ke dalam dimensi pendidikan Islam dalam Filsafat. Dalam pendahuluannya, penulis menjelaskan beberapa poin penting mengenai sejarah lsafat, diantaranya adalah Yunani sebelum tradisi losos, mitos dan dominasinya, asal-usul lsafat, dari mitos ke logos, dan keajaiban manusia pastilah memiliki keterbatasan sehingga tidak semua persoalan kehidupan dapat terjawab dengan hanya mengandalkan akal, sebab akal manusia tidak mampu menjangkau hal-hal yang sifatnya metasis atau hal-hal yang tidak dapat dijelaskan melalui rumusan-rumusan metodologi ilmiah. Oleh karenanya, dalam melahirkan generasi muda yang cerdas secara akal, emosi dan spiritualnya maka diperlukan seorang pendidik yang memahami betul lsafat pendidikan Islam buku ini, penulis memaparkan isinya secara runtut dan jelas. Mulai dari sejarah munculnya lsafat di dunia, keilmuan dalam Islam, pergumulan lsafat dan agama di Barat, pemikiran-pemikiran yang lahir dari lsafat, kajian utama lsafat, lsafat sebagai metode, pendidikan, lsafat pendidikan, lsafat pendidikan Islam hingga titik temu lsafat dengan agama. Kata lsafat, berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu dari kata philos dan shopia yang berarti cinta yang sangat mendalam dan kearifan. Secara harah arti lsafat adalah cinta yang mendalam terhadap kearifan atau pendidikan Islam adalah suatu kajian secara losos yakni berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal tentang masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia anak didik, guru, kurikulum, metode, lingkungan, hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia Muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam, serta mengapa manusia harus dibina menjadi hamba Allah yang berkepribadian demikian yang didasarkan pada Al-Qur’an dan hadis sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli khususnya para losof Muslim, sebagai sumber pendidikan Islam merupakan pengetahuan yang memperbincangkan masalah-masalah pendidikan Islam. Ruang lingkup lsafat pendidikan diantaranya adalah hakikat pendidik dan anak didik, hakikat materi pendidikan dan metode penyampaiannya, hakikat tujuan pendidikan dan alat-alat pendidikan yang dipergunakan untuk mencapai tujuannya, hakikat meodel-model pendidikan, hakikat lembaga formal dan non-formal dalam pendidikan, hakikat sistem pendidikan, hakikat evaluasi pendidikan, dan hakikat hasil-hasil buku ini, penulis menjelasakan beberapa peranan lsafat pendidikan yang diantaranya adalah 1membantu para perancang dan pelaksana pendidikan; 2memberi dasar bagi pengkajian pendidikan secara umum dan khusus; 3 menjadi dasar penilaian pendidikan secara menyeluruh; 4memberi sandaran intelektual, bimbingan bagi pelaksana pendidikan untuk menghadapi tantangan yang muncul dan jawaban dari setiap permasalahan yang timbul dalam pendidikan; 5memberikan pendalaman pemikiran tentang pendidikan Reeksi, Vol. 19, Januari 2019 127 dan hubungannya dengan faktor-faktor spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, politik, dan berbagai kehidupan lsafat pendidikan dalam Islam dan Pendidikan Islam adalah sebagai alat atau sarana untuk memahami dan untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan Islam dengan mendasarkan atas keterkaitan hubungan antara teori dan praktik pendidikan. Karena pendidikan akan mampu berkembang bila benar-benar terlibat dalam dinamika kehidupan menjadikan manusia berkembang dan mempunyai pandangan hidup yang menyeluruh dan sistematis. Pandangan itu kemudian dituangkan dalam sistem pendidikan untuk mengarahkan tujuan pendidikan yang kemudian akan dituangkan ke dalam bentuk kurikulum. Dengan kurikulum itulah sistem pengajaran dapat terarah dan mempermudah para pendidik dalam menyusun pengajaran yang akan diberikan kepada peserta didik. Melalui proses ini, manusia menugaskan pikirannya untuk bekerja seseuai dengan aturan-aturan dan hukum yang ada, berusaha menyerap semua yang berasal dari dalam atau luar antara lsafat dan lsafat pendidikan sangat penting sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan. Pandangan lsafat pendidikan sama peranannya dengan lansadan losos yang menjiwai seluruh kebijaksanaan dalam pelaksabaab pendidikan. Antara lsafat dan pendidikan terdapat kaitan yang sangat erat. Filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra dan pendidikan dalam Islam terdiri dari apa yang diyakini seseorang mengenai teori-teori tentangnya yang merupakan kumpulan dari prinsip yang membimbing tindakan profesional seseorang. Lebih jauh lagi, lsafat pendidikan berkaitan dengan penetapan hakikat dari tujuan, alat pendidikan, dan menerjemahkan prinsip-prinsip ini dalam kebijakan-kebijakan untuk mengimplementasikan. Maka dengan memahami lsafat dan pendidikan Islam, maka pelaksanaan pendidikan akan lebih efektif dan esien, lebih mengarah kepada sasaran yang akan di capai, sehingga mempercepat tercapainya tujuan yang mudah dipahami dan tampilan sampul buku yang menarik merupakan beberapa kelebihan dari buku ini. Selain mudah dipahami bahasanya, penjelasan runtut yang diuraikan oleh penulis pun menjadi daya tarik tersendiri untuk buku ini. Bagi orang awam, lsafat mungkin dinilai sebagai salah satu cabang ilmu yang sulit dipahami. Namun dengan keterampilannya, penulis dapat mengupas mulai dari lsafat itu sendiri hingga lsafat dan pendidikan dalam Islam secara jelas dan rinci dengan bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh berbagai kalangan masyarakat. Sistematik yang runtut dan bahasanya yang mudah dimengerti menjadikan buku ini layak untuk dijadikan rujukan dan model bagi pembaca yang ingin menganalisis lsafat dan pendidikan Islam. Buku ini bermanfaat bagi mahasiswa khususnya, pemerhati dunia pendidikan dan semua pihak yang respek dengan dunia pendidikan. TATA CARA PENULISAN ARTIKEL/RESENSI1. Artikel atau resensi belum pernah dipublikasikan/diterbitkan dalam sebuah jurnalatau sebuah Jumlah halaman artikel tidak lebih dari 20 halaman kwarto dengan spasi gandadan jenis font times new arabic berukuran 12 Artikel dilengkapi dengan Jumlah halaman resensi antara lima sampai delapan halaman kwarto spasi gandadan jenis font times new arabic berukuran 12 Teknik penulisan mengikuti aturan sebagai berikuta. BukuContoh Margaret Chatterjee, The Existentialist Outlook, New DelhiOrient Longman Ltd., 1973, hlm. Buku terjemahanContoh Ali Shariati, Tugas Cendekiawan Muslim, terj. M. Amien RaisYogyakarta, Shalahuddin Press, 1982, hlm. Artikel dalam satu buku atau ensiklopediaContoh Fedwa Malti-Douglas, “Mohammed Arkoun”, dalam John L. Espositoed., The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, Vol. IOxford University Press, 1995, hlm. Artikel dalam sebuah jurnal atau majalahContoh Muzairi, “Pokok-pokok Pikiran Manifesto Humanisme”, RefleksiI, 1 2001, hlm. Artikel dalam surat kabarContoh Mun’im A. Sirry, “Komitmen Publik terhadap Demokrasi”,Republika, 2 Juni 2001, hlm. Kitab SuciContoh al-Baqarah 2 20. Nur Zaidi SalimMaragustam SiregarMufrod Teguh MulyoCharacter education is an urgent education because considering the moral crisis that occurs on all fronts in the era of globalization, in addition, the impact caused by this era of globalization and information has positive and negative impacts, such as in Indonesia, which is currently experiencing a crisis and lacks figures who can be used as an example, because many public figures are now committing crimes such as corruption, collusion, prostitution, and so on. Ibn Miskawaih is one of the prominent Islamic philosophers who touched the concept of character education which is famous in his book Tahzib al-akhlak wa tathir al-a'raf. This study aims to describe and analyze 1 the concept of Ibn Miskawaih's character education 2 the reconstruction of character education in the global era Ibn Miskawaih's concept analysis. This research is library research that refers to primary literature including the book of Tahdzibul Akhlaq Ibnu Miskawaih, secondary library books, relevant books, journals, and documents. This study uses a qualitative approach in addition, objective and pragmatic, with the method of content analysis. Drawing conclusions using the deductive method. The results showed that The concept of Ibn Miskawaih's character is, namely The Golden The Doctrine of The Mean. He stated that human character is built on four foundations, namely self-restraint, courage, wisdom, and justice. Viewing education as a means of inculcating noble character, humanizing humans, socializing individuals, and inculcating shame, must be reconstructed in the current global era so that it can be used as human nature or the result of exercises in order to make a good KhairiansyahMisridahMolothen Mawlid al-Nabi for the people of Madura is a profoundly ingrained local culture and wisdom. Apart from being full of religious values, this tradition also has character education values. This study aims to determine the values of character education in the Molothen tradition and how this shapes the millennial Madurese community's character. This article is a case study research using a qualitative approach. Data were collected using observation, interview, and documentation techniques. The results showed that the Madurese one generation performed the Molothen tradition to another. The character values contained in the Molothen tradition are religion, discipline, independence, responsibility, and cooperation/solidarity. These character values can then shape the personality of the millennial Madurese community to become virtuous. Fatimah HuseinThis study examines Fazlur Rahman's understanding of Islamic philosophy by analyzing his attitude towards the works of Muslim philosophers and his belief in the value of the Qur'an's precepts. It pays specific attention to the relationship between his understanding of philosophy and his method of interpreting the Qur'an, since in Rahman's understanding, this method is the only means to satisfy the changing needs of society. It explores Rahman's definition of Islamic philosophy, which is strongly characterized by three religious terms, iman, islam, and taqwa. The thesis furthermore looks at the reasons why Rahman borrowed certain philosophical expressions of the Muslim philosophers in his works when, at first glance, their doctrines contradict Rahman's own position. Special attention is paid to his book Major Themes of the Qur'an, wherein Rahman discusses human existence and his final destiny through his interpretation of the Qur'an. The thesis concludes that Rahman's Islamic philosophy is a moral one, which is practically oriented and based on his understanding of the Qur' P Asper John M NeffAnnual Reports, Board of Managers, Syrian Protestant College, 1866-7/1901-2 256 pp., photographs, Beirut, Kesempurnaan Akhlak…, hlmIbn MiskawaihIbn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak…, hlm. Refinement of Character…Ibn MiskawaihIbn Miskawaih, The Refinement of Character…, hlm. dalam Islam, terj. Zakiyuddin Baidhawy. Yogyakarta PelajarMajid FakhryFakhry, Majid. Etika dalam Islam, terj. Zakiyuddin Baidhawy. Yogyakarta Pelajar. Penerbit OmbakNur HidayatTasawufHidayat, Nur. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta Penerbit Ombak. Penerbit LPPI UMYYuniar Kuliah IlyasAkhlakIlyas, Yuniar. Kuliah Akhlak. Yogyakarta Penerbit LPPI UMY. 2007. Maksum, Ali. Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme. Yogyakarta Ar-Ruzz Media. Pustaka Setia. 1997. , Filsafat Islam. Bandung Pustaka Setia. A MustofaAkhlak TasawufMustofa,.A. Akhlak Tasawuf. Bandung Pustaka Setia. 1997. , Filsafat Islam. Bandung Pustaka Setia. 1997. Kelas III SD 8 Mari berdoa Ya Tuhan yang baik berilah kami semangat dan ketekunan di saat belajar dan berlatih untuk menjadi anak yang cerdas, kuat, dan bijaksana seperti Yesus. Amin B. Saya Mampu Membedakan Perbuatan Baik dan Buruk Mari berdoa Tuhan yang baik, ajarilah kami untuk membedakan yang baik dan buruk, dan berilah kami semangat untuk melakukan yang baik terhadap semua ciptaan-Mu di dunia ini. Amin Mari bernyanyi Mata Tuhan Melihat Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 9 Mari mengamati gambar Mari bertanya Bertanya tentang anak yang berbuat baik dan yang berbuat buruk terhadap hewan pada gambar di atas. Kelas III SD 10 Mari mewarnai Mewarnai gambar dan menuliskan perbuatan baik terhadap hewan peliharaan. Perbuatan baik yang akan kulakukan terhadap hewan peliharaan Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 11 Mari mengamati gambar Mengamati gambar dan mendengarkan nasihat Kitab Suci Mari mendengar cerita Roma 129-21 Rasul Paulus memberi nasihat untuk hidup dalam kasih. Kasihilah dengan ikhlas. Bencilah yang jahat, dan berpeganglah kepada apa yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi satu sama lain seperti orang-orang yang bersaudara dalam satu keluarga, dan hendaknya kamu saling mendahului memberi hormat. Bekerjalah dengan rajin, jangan malas. Bekerjalah untuk Tuhan dengan semangat dari Roh Allah. Hendaklah kamu berharap kepada Tuhan dengan gembira, sabarlah di dalam kesusahan, dan tekunlah berdoa. Kelas III SD 12 Bantulah kebutuhan orang-orang Kristen lain dan sambutlah saudara-saudara seiman yang tidak kamu kenal, dengan senang hati di dalam rumahmu. Mintalah kepada Allah supaya Ia memberkati orang-orang yang kejam terhadapmu. Ya, minta Allah memberkati mereka, jangan mengutuk. Ikutlah bergembira dengan orang-orang yang bergembira, dan menangislah dengan mereka yang menangis. Hiduplah rukun satu sama lain. Janganlah bersikap sombong, tetapi sesuaikanlah dirimu dengan orang yang rendah kedudukannya. Jangan menganggap diri lebih pandai daripada yang sebenarnya. Kalau orang berbuat jahat kepadamu, janganlah membalasnya dengan kejahatan. Buatlah apa yang dianggap baik oleh semua orang. Berusahalah sedapat mungkin untuk hidup damai dengan semua orang. Saudara-saudaraku Janganlah sekali-kali membalas dendam, biarlah Allah yang menghukum. Sebab di dalam Alkitab tertulis, “Akulah yang membalas. Aku yang akan menghukumnya”, kata Tuhan. Sebaliknya, kalau musuhmu lapar, berilah ia makan; dan kalau ia haus, berilah ia minum. Karena dengan berbuat demikian, kamu akan membuat dia menjadi malu. Janganlah membiarkan dirimu dikalahkan oleh yang jahat, tetapi hendaklah kamu mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Mari bertanya Mari bertanya tentang nasihat Rasul Paulus Renungkan • Apakah saya berani berbuat baik pada orang yang berbuat jahat kepadaku? Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 13 Untuk diingat • Kejahatan seseorang dapat dihentikan dengan perbuatan baik kita. Penugasan Lakukanlah satu perbuatan baik terhadap orang yang sering berbuat jahat terhadapmu agar tergerak hatinya untuk bertobat. Rangkuman • Manusia bertanggung jawab atas setiap perbuatannya. • Setiap perbuatan baik akan mendapatkan pujian atau penghargaan. • Sebaliknya perbuatan buruk atau jahat mendapatkan hukuman yang setimpal. • Hukuman bisa berupa hukuman fisik, denda atau dikucilkan dari masyarakat. • Karena itu berusahalah untuk selalu memilih melakukan yang baik. • Tuhan memberi kita kemampuan untuk melakukan yang baik, dan menolak yang jahat. • Rasul Paulus menasihatkan agar kejahatan seseorang tidak dibalas dengan berbuat jahat, sebab itu akan menambah permusuhan. • Karena itu kalahkanlah setiap kejahatan dengan perbuatan baikmu. Kelas III SD 14 Mari berdoa Ya Tuhan yang baik, tuntunlah kami agar mampu membedakan yang baik dan buruk. Jauhkanlah kami dari godaan untuk melakukan kejahatan, dan berilah kami semangat untuk memilih melakukan yang baik terhadap semua ciptaan-Mu di dunia ini. Amin Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 15 Pelajaran 2 Yesus Kristus A. Kisah Yakub

mewarnai gambar perbuatan baik dan buruk